Saturday, March 2, 2013

Apakah Anda Bahagia?


Apakah Anda Bahagia?

Bahan pembicaraan dan penelitian yang tidak pernah usang dimakan zaman ada dua. Apa itu? Cinta dan kebahagiaan. Begitu banyak penelitian, survey, dan bahkan pendapat sudah terlontar mengenai apa itu cinta, dan apa itu kebahagiaan. Ada yang bilang cinta dan kebahagiaan tak terpisahkan. Bagaimana menurut Anda? Dapatkah seseorang berbahagia tanpa cinta? Di sisi yang lain, sebaliknya, dapatkah seseorang menikmati cinta yang ia miliki bila ia tidak memperoleh kebahagiaan? Semua jawaban yang Anda lontarkan pasti benar. Tentu saja benar dari sisi pengalaman masing-masing. Cinta dan kebahagiaan adalah anugerah Tuhan terbesar dalam hidup kita. Tanpa keduanya, saya yakin kita sudah ‘mati’ walau kita masih hidup.
Cara mendeskripsikan kebahagiaan tiap orang tentu berbeda-beda. Setiap orang pasti punya caranya masing-masing, dan bisa jadi tidak ada yang sama. Tapi ada saja survey dan penelitian yang mengangkat isu kebahagiaan ini ke permukaan. Termasuk negara paling berbahagia (melalui parameter-paremeter tertentu).
Baru-baru ini, ada sebuah survey yang dilakukan untuk melihat negara-negara mana saja yang paling bahagia di dunia sepanjang tahun 2012 lalu. Sebuah lembaga survey yaitu The Gallup Organization telah melakukan survey diantara 148 negara. Ribuan penduduk masing-masing negara itu ditanyai dengan pertanyaan-pertanyaan bersifat normative. Tapi juga penentuan negara-negara paling bahagia itu diukur dari tingkat pendidikan, kemakmuran, kesehatan, dan aspek-aspek penting lainnya. Hasilnya? Apakah Indonesia termasuk? Sayang sekali belum.
Norwegia menempati posisi paling atas negara paling bahagia, yang urutan dua ditempati Denmark, dan Swedia bertengger di posisi nomor tiga. Inilah tiga besar negara paling bahagia menurut hasil survey tersebut, terlepas dari kita setuju atau tidak.


Kebahagiaan Pribadi Dapat Diukur? Apa Tanda-tandanya?
Nah, kini saya bermaksud mengajak Anda untuk melihat sebuah survey dan penelitian lain. Penelitian ini dilakukan oleh Dr. Ryan T. Howell, Ph.D beserta teamnya. Setelah melakukan survey dan penelitian cukup lama, mereka menelurkan beberapa hasil menarik yang pantas kita renungkan. Dr. Ryan dan teamnya meneliti dan mencari tahu perbedaan paling mendasar bagaimana orang yang bahagia menjalani hidup mereka dibanding orang yang tidak bahagia (happy and unhappy people). Mereka mengolah dan menganalisa data lebih dari 30 survey berbeda. Survey-survey tersebut mengukur tentang kebiasaan berbelanja seseorang, pilihan belanja dan produk apa saja, nilai-nilai hidup yang dianut, dan kebiasaan personal setiap reponden, pemahaman mereka tentang hidup, dan masih banyak lagi.
Sekarang, apa sih perbedaan yang paling menonjol antara mereka yang ‘katanya’ berbahagia dan yang tidak (atau kurang berbahagia)?
Happy people mengatur uang mereka dengan baik. Ada sesuatu yang dapat dilakukan setiap orang setiap harinya yaitu membuat pengaturan keuangan, dan mendata setiap pengeluaran. Supaya apa? Tentu saja supaya tidak terjadi ‘besar pasak daripada tiang’. Hasil penelitian menjelaskan kepada kita bahwa setiap individu akan bisa mengatur keuangan mereka lebih baik lagi bila mereka punya tujuan yang jelas. Nah ini dia, management financial goal setiap orang pasti berbeda-beda. Apa saja sih contohnya? Ya bisa saja untuk pembayaran kartu kredit, menabung untuk hari tua, menyisihkan uang untuk keadaan-keadaan darurat, dan sebagainya. Data hasil penelitian juga menunjukkan bahwa jika Anda mengatur keuangan Anda dengan lebih baik hari ini, jelas Anda akan merasa lebih bahagia besok harinya.
Happy people membelanjakan uang mereka untuk sesuatu yang lebih berharga daripada sekedar membeli barang-barang berbentuk materi. Contohnya apa? Bisa saja ikut seminar-seminar pegembangan diri, travel ke berbagai negara, menyumbang untuk kegiatan sosial serta kerohaniaan, dan sebagainya. Istilah kerennya mengeluarkan uang untuk mendapatkan life experience’. Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan selama 10 tahun, jelas terlihat bahwa mereka yang membelanjakan uang untuk life experience, maka hidup orang-orang itu lebih berbahagia daripada mereka yang membelanjakan ‘hanya’ untuk sekedar buat beli barang-barang berbentuk materi.
Happy people memikirkan masa lalu mereka secara positif dan gembira. Berbeda dengan hewan, manusia sebenar punya kemampuan untuk melakukan ‘time traveler’ (perjalanan waktu) Kedengaran seperti science fiction? Tidak juga. We actually have the capacity to backward and forward in time thru our mind. Ya jelas saja, otak kita menyimpan ribuan memori tentang masa lalu, dan sanggup memikirkan ribuan kemungkinan lain di masa yang akan datang. Sadar atau tidak, kita sudah menjelajahi masa lalu kita dan pergi ke masa depan kita (proyeksi), hanya melalui pikiran kita. Survey dan penelitian kembali menunjukkan bahwa  happy people kelihatan begitu menikmati masa lalu, seolah-olah mereka kembali hadir di sana. Menikmati nikmatnya masa lalu, serempak membuang jauh-jauh, mengabaikan segala luka derita di masa lampau. Ketika happy people memikirkan masa lalu mereka, yang dipikirkan adalah semua good memories, dan bukan yang jelek-jelek, atau yang membawa dampak kesedihan.
Happy people menangkap (“catch”) emosi orang-orang sekitar secara teratur, dan turut berbagi bersama mereka. Sejumlah orang kelihatannya ‘rentan’ (dalam artian positif) terhadap lingkungan sekitar. Artinya begini, mereka akan cepat terpengaruh dan terbawa emosi dengan apa yang dialami orang-orang sekitar, entahkah itu situasi yang menyenangkan pun yang menyedihkan. Ada yang begitu sensitif memahami perasaan orang lain, walau tak jarang kita jumpai mereka yang super cuek. Selalu berujar ‘ It is not my business’.  Hasil penelitian membuktikan pula, ketika seseorang melempar senyum ramah kepada happy people, mereka akan membalasnya dengan senyuman yang lebih ramah lagi, dan akan merasa hangat serta sejuk di dalam hati. Oleh karenanya jangan pernah anggap enteng arti dari sebuah senyuman. Satu senyuman dapat memberi sejuta arti. Karena itu, jika Anda menaruh perhatian lebih terhadap emosi serta perasaan apapun yang sementara dialami orang-orang di sekitar Anda, kebahagiaan akan melingkupi Anda.
Happy people tinggal dan bergaul dengan komunitas yang baik, dan sehati dengan yang bersangkutan. Seseorang akan mencapai titik tertinggi kebahagiaan mereka bila 3 kebutuhan psikologi dasar sudah terpenuhi. Apa itu? Ini dia: autonomy, competence, dan relatedness. Kemandirian, kemampuan atau kecakapan, dan keterkaitan. Ribuan penelitian, pelajaran, dan survey menunjukkan adanya korelasi positif (dan tentu saja menimbulkan efek positif juga) pencapaian kebutuhan psikologis terhadap kebahagiaan. Nah, pemenuhan atau pencapaian kebutuhan dasar tersebut diperoleh bila mereka berada pada satu komunitas yang sama. Mereka mengatakan bahwa ada rasa memiliki dan dimiliki di lingkungan atau komunitas di mana mereka tinggal. Ketika mereka lagi bepergian jauh, ada rasa kehilangan, dan rasa ingin cepat-cepat pulang sering sekali menghinggapi pikiran pereka. Tinggal dengan komunitas yang baik saling pengertian, dan saling menunjang ternyata dapat meningkatkan nilai kebahagiaan seseorang. Tentu saja beda bila tinggal di lingkungan yang sebaliknya, saling hantam, tidak pedulian, dan tak mau tau. ‘Elo elo, gue gue’.
Takaran kebahagiaan (rasa bahagia) itu  memang sulit diukur. Setidaknya, kita tahu pada saat mana kebahagiaan kita mencapai anak tangga yang lebih tinggi. Jangan kecewa dulu kalau Anda mungkin tinggal di Jakarta yang dipenuhi begitu banyak unhappy people. Apalagi di setiap sudut jalan masih saja terus terjadi pemerkosaan, perampokan, penodongan, pembunuhan, dan semua jenis kejahatan lainnya. Percayalah kebahagiaan sesungguhnya dapat kita peroleh di mana saja. Ilmu membahagiakan diri itu ada dalam diri kita masing-masing. Norwegia boleh saja berbangga menempati nomor wahid negara paling Bahagia. Tapi, asal kita mau, Anda dan saya dapat menciptakan ‘sorga di  bumi’ di Jakarta yang keras ini. So, please be happy!

No comments: