Selama ini kita semua tahu bahwa bumi kita diliputi air.
Bahkan ketika dipotret dari satelit bumi nampaknya dipenuhi lautan biru. Air
begitu melimpah. Jangan heran pula terjadi banjir di mana-mana, sepertinya laut
tidak lagi dapat menampung air yang mengalir ke laut itu. Tapi benarkah
demikian? Benarkah bahwa air begitu melimpah di bumi ini? Tidak terlalu tepat.
USGS (United States Geological Survey)
memberikan kita sebuah ilustrasi sederhana untuk membandingkan seperti apa
sesungguhnya jumlah air di bumi yang kita diami ini.
Menurut USGS, sekalipun seluruh air di Bumi dikumpulkan dan
kemudian dibentuk menjadi seperti bola, sebagaimana bumi juga berbentuk seperti
bola, maka akan nampak jelas betapa ‘bola air’ tersebut begitu kecil dan imut.
Bola air itu hanya memiliki ukuran diameter sepanjang 860 mil (1.385 km),
sangat mungkin hanya sepertiga dari ukuran Bulan.
Ilustrasi itu dibuat oleh seorang bernama Jack Masak di
Woods Hole Oceanographic Institution. Menurut beberapa penelitian, jumlah air
di Bumi yang kita tinggali ini sebenarnya mencapai 332.500.000 km kubik. Namun
dengan memakai hipotesa bola di atas tadi, maka gambaran banyaknya jumlah air
menjadi lebih dapat dipahami. Lantas tentu saja kita jadi berpikir-pikir
mengapa bumi kita dikenal dengan sebutan dunia berair atau watery world?
Permukaan bumi memang banyak dipenuhi air, tapi dibanding
diameter dan kedalam bumi maka jumlah air itu tidak seberapa alias terlalu
dangkal. Air hanya nampak banyak dipermukaan bumi. Belum lagi kalau kita bicara
tentang berapa persen dari jumlah air itu yang dapat kita konsumsi atau bersih
untuk dipakai sebagai bahan kehidupan kita, atau banyak yang menyebutnya
digunakan sebagai ‘air kehidupan’.
Sumber air minun kita hanyalah sungai, danau dan aquifer
(lapisan batu karang atau pasir di bawah tanah yang menahan air). Sangatlah
terbatas. Berapa banyak air yang bisa kita konsumsi? Tidak terlalu banyak.
Memang kelihatannya sebagian besar bumi diisi oleh air, tapi ternyata jumlah
atau komposisi air tawar yang bisa dikonsumsi manusia untuk minum tidak lebih
dari 2,5 persen, sumber yang lain bahkan mengatakan bahwa jumlah air tawar di
bumi ini adalah 2.5 persen saja, dan hanya 1 persen yang dapat diminum. Sangat
sedikit.
Hemat Air Pangkal Hidup Lebih Lama
Istilah hemat pangkal kaya memang betul. Akan tetapi,
walaupun kita sudah kaya raya tanpa air, akan segera mati juga kitanya. Makanya
bagi saya, hemat air adalah pangkal hidup lebih lama. Bukankah air adalah
sumber utama kehidupan kita. Tidak percaya? Coba perhatikan tubuh kita sendiri.
Siapa diantara kita yang bisa hidup tanpa air? Tidak ada!
Tiap hari tubuh kita butuh beberapa liter air. Otak kita 85% terdiri dari air
dan tubuh kita 70% terdiri dari air,
sedangkan tulang kita terdiri dari 10% - 15% air. Kita juga harus minum
air yang cukup setiap hari, kalau tidak cukup maka tubuh kita akan rentan
terhadap berbagai penyakit.
Dengan semakin meningkatnya populasi manusia, tahun 2012
yang lalu sudah mencapai 7 miliar, dan diperkirakan pada tahun 2050 nanti akan
menembusi angka yang sangat fantastis yaitu lebih dari 9 miliar orang. Ledakan
penduduk Bumi yang akan terjadi sekitar 37 tahun dari sekarang itu khususnya di
negara-negara miskin dan berkembang adalah berdasarkan proyeksi Perserikatan
Bangsa- Bangsa (PBB).
Sekarang saja, secara kentara ataupun tidak, telah terjadi
kompetisi untuk mendapatkan air yang sangat ketat, dan kompetisi tersebut akan
terus meningkat sehingga jangan heran kalau ada banyak aquifer di seluruh dunia
menjadi habis. Hal ini jelas terjadi karena konsumsi langsung manusia seperti
umpamanya untuk keperluan irigasi
pertanian yang menggunakan air tanah. Berikut juga jutaan pompa di seluruh
dunia yang terus memompa air tanah untuk menyupali daerah kering, mungkin saja
diambil secara berlebihan dan tanpa henti.
Baru-baru ini saya menonton sebuah acara TV yang menampilkan
beberapa kota
yang mengalami penurunan daratan (permukaan tanah) setiap tahunnya. Salah satu
penyebabnya adalah berkurangnya air tanah yang terus diambil, seiring dengan
semakin padatnya jumlah penduduk di kota
tersebut. Jakarta
termasuk dalam ‘ramalan’ kota-kota yang akan tenggelam. Kota-kota besar selain
Jakarta yang telah mengalami kehilangan
lapisan aquifer dan mengakibatkan lapisan tanahnya turun (antara 10 hingga 50
meter) terjadi juga di Bangkok, Manila, Mexico City, Beijing, Mumbai, Shanghai,
dan beberapa kota lainnya.
Berhematlah dengan air, sekalipun air sumur di pekarangan
rumah kita yang gratis. Paradigma kita musti dibelokkan pemikirannya. Kalau
semula kita berpikir bahwa kita punya cukup air, kita punya banyak sekali
persediaan air, sekarang saatnya kita berpikir bahwa, kita tidak punya cukup
air. Walau air kelihatan banyak, ingatlah hanya 1 persen yang bisa kita minum.
Matikan keran ketika tidak lagi digunakan. Toilet yang bocor harus segera
dibereskan, diperkirakan toilet yang bocor akan membuang atau memubazirkan air
sebanyak 200 galon per hari. Jangan buang-buang air bersih untuk sesuatu yang
‘hanya’ butuh air tawar ‘kelas dua’. Ada
yang mencuci pakaian pakai air aqua yang mustinya dipakai untuk air minum.
Dalam pertemuan Earth Summit beberapa tahun yang lalu,
pemerintahan dari berbagai negara menyetujui Plan of Action untuk
melakukan ini:
Mengurangi hingga setengah dari jumlah rakyat yang tidak
mampu mendapatkan air minum yang aman pada tahun 2015 ini. Global Water Supply and Sanitation Assessment 2000 Report (GWSSAR)
mengatakan bahwa setiap orang harus mendapatkan akses sebesar 20 liter per
harinya dari sumber sejauh maksimal satu kilometer dari tempat tinggalnya.
Saya khawatir, kalau kita tidak mendukung program “Hemat Air”, maka sebelum seluruh
manusia di muka bumi ini memperoleh akses ke air bersih, dan menikmati
keberadaan air bersih tersebut (sebagaimana deskripsi yang dicetuskan oleh
GWSSAR), sumber air bersih telah duluan punah, dan air bersih sudah lenyap dari
muka bumi ini. Kalau itu yang terjadi, kasihan sekali generasi-generasi setelah
kita yang notabene adalah anak cucu kita sendiri. MES.
No comments:
Post a Comment