Bahasa bukan hanya serentetan kata yang membentuk sebuah kalimat yang dimengerti. Bahasa ternyata juga adalah alat representasi sebuah adat, sebuah budaya, sebuah negara atau komunitas tertentu. Cara berpikir, dan kebiasaan-kebiasaan dapat juga terlihat dari bahasa (language) dan the way people talk. Dengan kata lain juga, bahwa menerjemahkan suatu bahasa tidaklah segampang yang kita kira. Sebaliknya juga, betapa bahasa sangat dipengaruhi oleh kondisi-kondisi di atas tadi. Karena itu saya yakin bahwa it’s not that easy to master one language.
Beberapa hari yang lalu saya menonton acara TVRI tentang menggunakan Bahasa Indonesia. Acara yang bagus, mengajak kita untuk menggunakan dan mencintai Bahasa Indonesia. Acara itu dipandu oleh 3 wanita cantik (termasuk Mbak Maudy Koesnadi) dan seorang bapak sebagai nara sumbernya. Mereka membahas dan mengkritisi tentang berbagai penggunaan bahasa asing di beberapa restaurant di Indonesia. Bahwasanya, alangkah lebih eloknya kalau semua kata-kata bahasa asing itu disebutkan saja dengan padanan kata Bahasa Indonesianya. Seperti dinning room seharusnya ruang makan. Atau welcoming drink yang seharusnya ada padanan bahasa Indonesianya, misalnya saja dengan menyebutnya sebagai minuman penyambutan. Appetizer mestinya disebut saja sebagai pemancing selera. Main menu (atau kalau di Amerika main course) padanannya juga ada, yaitu menu makanan utama. Nah, lucunya ada seorang pembawa acara wanita keliru menyebut makanan penutup atau hidangan akhir sebagai desert bukannya dessert (baca: disert). Padahal desert itu artinya gurun. Pelafalan itu penting, sebab banyak kekeliruan terjadi karena salah eja, salah tulis, salah kutip, ataupun salah mengartikan.
Tapi jangankan yang non-English speaker, bagi mereka yang English speaker pun kesalahan-kesalahan seperti itu tak terelakkan juga. Pernah di sebuah restaurant saya dan kerabat dekat hendak makan siang. Asyik, kalau sudah ke American restaurant saya paling doyan makan steak. Nah, pilihan saya selalu adalah well done sirloin steak, tentu saya sudah membawa cabe ijo dari rumah biar klop (saya termasuk penyuka makanan pedas). Tapi saya kaget minta ampun, saya maunya makan sirloin yang terbuat dari sapi, tapi yang ditawarkan kok daging singa ya? Sebab di situ tertulis sirlion? Hahaha tuan singa? Typo itu terlihat sederhana, tapi fatal untuk ukuran restoran sebesar itu. Loin adalah daging panggang, sedangkan Lion itu adalah singa. Kalau di Indonesia Lion itu burung besi alias pesawat.
Anda mungkin akan terkaget-kaget dengan cerita nyata berikut ini. Seorang pemuda hendak menyenangkan tunangannya dengan membelikannya anting-anting. Tapi dalam pesan singkat lewat sms yang ia kirim tertulis demikian “This week, I’ll give you pendent.” Padahal maksudnya pendant (anting-anting), malah tertulis pendent? Mati di tiang gantungan? Kesalahan-kesalahan sepele yang menunjukkan betapa tipisnya perbedaan makna dengan terjadinya pergeseran atau tertukarnya huruf dalam bahasa Inggris itu. Misalnya juga decent yang artinya sopan ternyata beda-beda tipis dengan descent yang artinya keturunan. Atau misalnya brake (rem) dengan break (istirahat). Kata ini pernah dipajang secara keliru di salah satu ruangan di tempat kerja saya. Ruangan untuk istirahat dan makan siang yang seharusnya break-room malah menjadi brake-room (ruang untuk menyimpan rem?)
Seorang dokter yang harusnya menuliskan resep obat (prescribe), tentu jangan sampai justru menuliskan proscribe yang artinya melarang atau mengharamkan. Demikian pula symmetry yang berarti simetris atau harmoni tentu saja berbeda jauh dengan cemetery yang artinya kuburan atau makam. Memang mungkin saja kita bisa kelihatan harmonis kalau sudah di dalam kubur, karena di situ tidak bakalan ada lagi perkelahian dan pertikaian, semuanya tidur dengan tenang.
Sekarang, mari kita lihat Headline koran New York Post yang salah menuliskan Troops menjadi roops seperti pada gambar berikut ini. Yang lebih lucu lagi, sebuah tulisan di koran lokal pernah menulis seperti ini, “….They will send five corpse to protect White House in Washington…” Padahal di situ seharusnya tertulis corps (kesatuan/korps). Lha, kalau begitu apa artinya corpse? Artinya mayat atau jenazah. Apa jadinya kalau surat kabar sudah memuat tentang pengiriman jenazah untuk menjaga gedung putih?
Dalam sebuah buku pelajaran yang beredar di Indonesia pun tetap tak luput dari kekeliruan, seperti penggunaan kata ‘then’ dan ‘than’ seperti pada gambar ini di bawah ini. Kata sederhana “then” dan “than” memang sering sekali tertukar-tukar atau ditukar-tukar secara keliru. Harusnya kata yang tertulis di situ adalah than (daripada) bukannya then (kemudian). Kekeliruan berbahasa memang manusiawi. Lumrah. Tapi bila itu sudah menjadi konsumsi publik, mestinya lebih teliti dan cermat lagi. It has become a global issue that native speakers themselves too make mistakes, as the recent trend shows that the improper use of English is no longer a distinct trademark for non-English speakers. To put it in a nutshell, we all make mistakes!
Akhirnya, mengutip sebuah kata-kata bijak “Man proposes: God disposes,” artinya Manusia merencanakan: Tuhanlah yang menentukan. Kenapa bisa? Karena Dialah Tuhan. Allah kita yang maha kuasa dan maha mutlak. Tapi, jangan salah tulis lho! God is absolute (mutlak, pasti) tapi bukan yang obsolete (usang, tak terpakai atau kuno). That’s all for now, folks! (Michael Sendow)
No comments:
Post a Comment