Bagi yang punya mobil, tentu akan sangat peham dan tahu betul dengan
apa yang disebutkan sebagai sertifikat kepemilikan? Di Amerika, sertikat
tersebut dibilang atau diistilahkan sebagai Certificate of Entitlement
(COE). Nah, biasanya tanpa sertifikat ini, perusahaan Asuransi di sana
tidak akan mau mengasuransikan mobil tersebut. Dan tanpa asuransi,
selain driver license (SIM) tentunya, maka jangan coba-coba
mengemudikan mobil Anda. Sebab bukan hanya akan ditilang, mobil Anda pun
bakalan ditahan dan di-towing.
Sebagian besar
orang-orang kaya di Amerika, dan bahkan juga yang belum kaya sekalipun,
pernah mengatakan kepada saya bahwa mereka memang terlahir untuk
mengecapi nikmatnya hidup di dunia ini, termasuk merasakan bagaimana
hidup dengan punya banyak uang. Orang-orang di negara maju lainnya juga,
saya rasa banyak yang memiliki pemahaman yang sama seperti itu. Jadi,
seperti seorang pemilik mobil memiliki COE, maka mereka merasa bahwa
mereka itu punya COE of life. Tidak bisa tidak. Apalagi kalau
bapaknya seorang kaya kaya raya. Atau keluarganya ada yang pejabat
tinggi negara. Lebih tepatnya, mereka merasa punya hak untuk menikmati
hidup penuh kenyamanan dan kesenangan, apapun alasannya dan bagaimanapun
cara memperolehnya. Tidak sedikit yang menolak bila tidak menjadi kaya.
Orang pintar akan menuntut supaya ia mendapatkan pekerjaan yang sangat
bagus (karena ia pintar), dan mencetak banyak dollar. Orang ternama
serta terkenal menginginkan peran lebih lagi, supaya pundi-pundi
dollarnya semakin menumpuk.
Jangan heran bila banyak orang kaya
merasa bahwa seakan-akan hanya merekalah penguasa jalan raya dengan
mobil mewahnya, yang lain silahkan minggir ke selokan. Bahwa merekalah
yang menguasai airport dengan jet pribadinya, yang lain
silahkan antri di pinggiran. Merekalah pemilik rumah-rumah mewah, yang
lain boleh numpang dulu di bawah jembatan. Pokoknya comfortable life
sudah menjadi kartu mati buat mereka. Bahkan, lebih aneh lagi, yang
belum kaya pun memiliki pemahaman yang sama: Bahwa mereka juga harus
memiliki Certificate of Entitlement of good life. Apapun
alasannya. Nah, jangan heran juga jika para pejabat negara kita sekarang
terjangkiti dengan polah hidup orang-orang yang merasa sok menguasai
kemanisan dan kenyamanan hidup. Gaji PNS tidak cukup, merekapun getol
korupsi. Tunjangan jabatan dirasa tidak cukup, korupsi pun jadi
alternatif.
Banyak orang merasa bahwa mereka punya segala hak
untuk umpamanya, liburan ke luar negeri minimal setahun sekali, harus
punya mobil, harus mendapat pekerjaan yang mantap, harus diperhatikan
pemerintah dan dibantu terus menerus, harus memakai baju paling baru
setiap minggu, dan masih banyak lagi keinginan-keinginan (yang lalu
dianggap sebagai ‘hak’ mereka).
Apakah kita memang berhak dan
pantas mendapatkan semuanya itu? Belum tentu. Kita memang punya hak dan
kesempatan yang sama, tapi kesempatan mungkin saja tidak datang pada
setiap orang. Dan kita tidak bisa menuntut apapun, bahwa kita memang
berhak untuk itu semua, bila kita tidak pernah bekerja dan berusaha
serta memperjuangkan yang kita inginkan itu. Kita juga tidak akan bisa
memastikan bahwa kita berhak menjadi sekaya tetangga kita, teman kita,
saudara kita. Masing-masing punya keberuntungan sendiri-sendiri. Kita
juga tidak bisa terus menerus menuntut pemerintah to feed us with more food, and more money.
Kita musti mengusahakan yang kita anggap ‘hak’ itu. Ada banyak
kemewahan yang kita anggap ‘hak’, padahal bukan. Mengharapkan bantuan
orang lain dan pemerintah boleh-boleh saja, tanpa mesti memelihara
mental dan cara berpikir ‘hak kepemilikan’ itu.
Kita Belum Hidup di Sorga, Tapi di Dunia yang Semakin Rusak
Melihat
bahwa kita hidup di dunia yang dipenuhi segala rupa kekacauan dan
kerusakan, maka sudah sepantasnya kita beranggapan bahwa hidup ini
keras, bukan sebaliknya. Bahwa hidup ini tidak mudah, dan oleh karenanya
kita mesti berjuang dan terus berjuang. Dengan juga melihat apa yang
terjadi di dunia yang kita tinggali saat ini, kita tidak bisa berharap
untuk mendapatkan segala kemudahan, kenyamanan, dan serba kesenangan
semata. Dunia ini dipenuhi hal-hal yang tidak selalu menyenangkan.
Perang, korupsi, terorisme, sakit-penyakit, wabah kematian, kerusuhan
sosial, pertikaian bahkan pembunuhan antar suku dan agama, serta
ketidakpastian ekonomi, dan masih banyak lagi terus saja terjadi. Ini
adalah bukti bahwa kita tinggal di dunia yang bukan sorga. Hidup akan
selalu keras. Dan itu sebuah kenyataan absolut. Dunia memang bukan
sorga.
Kita hidup di dunia yang rusak dan ‘porak-poranda’. Dunia
yang sudah rusak sejak munculnya peradaban manusia. Tak jarang,
bukti-bukti menunjukkan bahwa manusia yang beradap itu jugalah yang
menjadi tangan-tangan perusak bumi ini. Bukan hanya alam yang dirusak,
sistem peradaban manusia dirusak, sistem kehidupan sosial dirusak,
bahkan cara berpikir generasi mudapun mulai direcoki hal-hal tidak
benar.
Seandainya saja kita sadar bahwa dunia ini memang sudah
seperti itu, tentu kita akan semakin memahami dan mengerti bahwa kita
masih hidup di dunia. Sebuah kenyataan yang tidak pernah bisa kita
sangkal. Maka kita pun disadarkan mengapa ada begitu banyak di antara
kita mesti melalui beragam bentuk penderitaan. Kita mengalami berbagai
macam kehancuran dalam hidup pribadi maupun sosial kita. Frustasi,
kebingungan, dan ketidakpastian. Lantas apa kita mau mencoba untuk lari
dari kenyataan itu? Tentu tidak. If we can’t avoid it then we must live with it.
Bila Anda terus-terusan dihinggapi perasaan tidak bahagia, dan tidak nyaman. Terus bersungut-sungt dan complain
kiri-kanan. Umpamanya karena merasa uang tidak pernah cukup, terlalu
stress dengan kehidupan kota besar yang sangat berat serta serba
individualistis, merasa bahwa perjuangan untuk hidup dan memperjuangkan
kehidupan itu sedapat mungkin, tapi ternyata masih begitu berat,
percayalah bahwa Anda tidak sendirian. Ada milliar orang di muka bumi
ini mengalami perjalanan hidup yang hampir sama, mengalami kerasnya
hidup yang hampir sama.
Untuk itu, dibutuhkan komitmen serta keyakinan diri untuk mengubah mindset serta sikap kita atas hidup ini, so that we can combat the natural human condition.Kita
dapat meruntuhkan cara pikir dan cara pandang kita bahwa hidup harus
serba menyenangkan, mengenakan, membahagiakan, dan mesti selalu berbuah
manis untuk kita. Kita sama sekali tidak punya hak (atau ada garansi)
apapun untuk mendapatkan Certificate of Entitlement kehidupan
yang nyaman, membahagiakan, dan menyenangkan di hidup kita yang singkat
ini. Hidup ini perlu perjuangan. Dan untuk itulah kita diberi akal dan
hati nurani.
No comments:
Post a Comment