Perbudakan merupakan bagian integral dari kehidupan ekonomi masyarakat
Yunani purba dan selama berabad-abad perbudakan telah diterima sebagai hal yang
benar dan tidak ada yang salah dengan hal itu. Memang bagi masyarakat mereka
hal itu sudah semesti seperti itu dan harus seperti itu suka atau tidak suka. Pernah
ada yang coba-coba menentang masalah perbudakan itu, sebut saja seperti apa
yang digaung-gaungkan oleh seorang Filsuf bernama Plato di dalam The Laws, tetapi justru hal itu segera
ditantang oleh filsuf lainnya bernama Aristoteles, saya lebih senang menyebutnya
sebagai Kakek Aris. Ia menegaskan bahwa perbudakan yang baik dan benar adalah
perbudakan berdasarkan kodrat, maka sesungguhnya Aristoteles telah meletakan
dasar yang lebih kokoh lagi bagi perbudakan yang memang telah lama berlangsung
dan yang selama itu dianggap (sudah) benar. Mereka yang menentang perbudakan
dianggap menentang kodrat. Heemmmm, apa memang harus demikian?
Menurut kakek Aris bahwa dalam suatu rumah tangga sebenarnya terdapat tiga
hubungan. Ketiga hubungan itu adalah, hubungan antara suami dan istri, hubungan
antara ayah dan anak, serta hubungan antara tuan dan budak. Hubungan antara
tuan dan budak disebut sebagai pertuanan (mastership),
hubungan antara suami dan sitri disebut perkawinan (matrimonial) dan hubungan antara ayah dan anak disebut perbapakan (paternal).
Nah, dalam manajemen rumah tangga, satu-satunya hubungan yang memiliki
nilai ekonomis bagi kesejahteraan rumah tangga ialah hubungan pertuanan (mastership). Oleh karenanya menurut si
Kakek Aris bahwa memiliki budak adalah merupakan suatu keharusan bagi setiap
keluarga yang mengaku sebagai warga negara. Dan mereka yang disebut warga
negara haruslah dibebaskan dari segala jenis pekerjaan kasar atau pekerjaan
apapun yang bertujuan untuk memperoleh nafkah, karena hanya dengan demikian
mereka dapat memusatkan perhatian pada urusan negara. Budaklah yang harus
bekerja demi nafkah hidup keluarga tuannya dan dari situ pulalah ia memperoleh
nafkah.
Lebih mengerikan lagi, masih menurut Kakek Aris bahwa meskipun para budak
merupakan bagian yang amat penting dalam struktur rumah tangga, namun peranan
dan kedudukan para budak sangat berbeda dengan peranan dan kedudukan tuan dan
anggota keluarga tuannya. Sang tuan dan seluruh anggota keluarganya disebut
orang-orang bebas sedangkan budak sama sekali tidak memiliki kebebasan. Mereka
adalah semata-mata untuk kepentingan sang tuan. Karena mereka itu sudah
dikodratkan menjadi budak, maka mereka adalah manusia yang tidak memiliki
kehendak bebas dan kemauan sendiri.
Bahkan keberadaan mereka bergantung sepenuhnya pada sang tuan. Sang tuan
harus menjadi segala-galanya bagi si budak. Bagaimana menurut Anda?
Keterlaluan? Oh ya, sangat keterlaluan!
Om Aris malah bilang bahwa sebagai salah satu alat, budak merupakan bagian
dari milik atau kepunyaan sang tuan. Dengan demikian, bagi sang kakek budak
pada hakikatnya sama saja dengan benda-benda lain yang dimiliki tuannya. Bahkan
lebih jauh ia berpendapat bahwa budak hampir sama saja dengan binatang yang
dipelihara untuk pekerjaan tertentu, karena baik budak maupun hewan peliharaan,
semuanya menyiapkan dan mensuplai kebutuhan sang tuan dengan tenaga dan tubuh
mereka. Hampir pingsan saya mencerna jalan pemikiran sang kakek itu. Sang
kakek, yaitu Aristoteles adalah seorang filsuf besar yang lahir sekitar tahun
384S.M. di Stagyra Yunani Utara dan meninggal dunia pada 7 Maret sekitar tahun
322S.M.
Bagi saya pribadi, apapun alasan yang hendak dikembangkan dan dikemukan
oleh para ahli selama itu mengacu pada ’perlawanan kodrati’ terhadap prinsip
’equality’ ciptaan Tuhan bernama manusia itu, harus kita tolak. Ketika Tuhan
menciptakan manusia sama dan sederajat di hadapanNya, maka perbudakan dengan
sendirinya adalah tidak baik untuk terus dilakoni. Apalagi secara serempak
menyamakan budak dengan binatang piaraan. Ingat bahwa God made men equal, oleh sebab itu jangan pernah kita memperbudak
manusia lain seenak udel kita. Salah besar itu.
Kalau kita masih mendukung konsep perbudakan (dalam hal dan bentuk apapun
itu), coba kita jawab dengan hati terbuka pertanyaan ini: Maukah Anda sendiri menjadi seorang budak?
***
No comments:
Post a Comment