Tuesday, May 22, 2012

Mengenal Tokoh-tokoh Termuda Dalam Sejarah Yang Menjadi Doktor dan Profesor


1322225156523322321
Bagi saya, menyimak sejarah berbagai hal di dunia ini adalah suatu sesuatu yang begitu mengasyikkan, sesuatu banget githu lho. Semua itu turut memberi sumbangsih untuk menambah wawasan dan menjadi sarana pembelajaran yang luar biasa bermanfaat. Memicu dan memacu semangat kita untuk menjadi lebih baik, dan lebih baik, dan lebih baik lagi. Berusaha berbuat dan menciptakan karya-karya terbaik yang kita punya, dan yang kita bisa.

Kali ini, mari kita simak dan lihat serta meneladani hal-hal positif dari para tokoh berikut ini. Mereka adalah professor-profesor dan doktor-doktor termuda, yang sudah mencatatkan diri mereka dalam sejarah dunia pendidikan. Baik itu pendidikan tingkat dunia maupun pada skala dunia pendidikan Indonesia. Adalah merupakan kebanggaan bagi mereka yang menghasilkan karya terbaik di usia yang masih belia. Contoh yang tentu saja begitu menginspirasi dan menguatkan, serta membanggakan kita.

Pemuda berikut ini meraih gelar Profesor di bidang Electrical Engineering di Amerika sebelum berusia 30 tahun. Karena marga-nya (nama belakang) yang sangat mirip nama orang Jepang, maka tak jarang para petinggi Jepang mengajaknya untuk “pulang ke Jepang” demi membangun Jepang. Padahal ia sama sekali bukan orang Jepang lho. Tapi ternyata Prof. Tansu, begitu sering ia disapa adalah pemegang paspor hijau berlogo Garuda Pancasila. Ia adalah warga negara Indonesia yang sangat brilian.

Sosok kita yang pertama memang adalah seorang pria bernama Nelson Tansu. Siapa sih sebernarnya pemuda ini? Mungkin banyak di antara kita yang sudah mengetahui sepak terjang beliau. Laki-laki muda yang lahir di Medan pada tanggal 20 Oktober tahun 1977 ini adalah merupakan lulusan terbaik dari SMA Sutomo 1 Medan. Pernah menjadi finalis tim Indonesia di Olimpiade Fisika. Meraih gelar Sarjana dari Wisconsin University pada bidang Applied Mathematics, Electrical Engineering and Physics (AMEP).
Gelar sarjana di Wisconsin itu diraih dengan ‘sangat gampang’. Hal itu dibuktikan dengan menyelesaikan studinya tersebut hanya dengan waktu yang sangat singkat yaitu 2 tahun 9 bulan. Ia juga lulus dengan predikat Summa Cum Laude. Sebuah prestasi kelulusan tertinggi. Ia meraih gelar Master pada bidang yang sama, dan meraih gelar Doktor (Ph.D) di bidang Electrical Engineering pada usianya yang baru ke-26 tahun.

Thesis Doktorat Nelson Tansu mendapat award sebagai “The 2003 Harold A. Peterson Best ECE Research Paper Award”. Dan lagi, luar biasanya adalah tesis-nya itu mampu mengalahkan 300 thesis Doktorat lainnya. Pokoknya ia sudah menggondol sekitar 11 scientific award di tingkat internasional, sudah mempublikasikan lebih 80 karya di berbagai jurnal internasional dan merupakan visiting professor di 18 perguruan tinggi dan institusi riset. Ia juga aktif diundang sebagai pembicara di berbagai event internasional di Amerika, Kanada, Eropa dan Asia .
13222246081922177615
Prof Dr. Alia Sabur
Sosok kedua kita adalah seorang gadis belia yang benar-benar luar biasa. Ia sudah tercatat dalam Guiness Book of Record sebagai Profesor Doktor termuda di dunia, bahkan mengalahkah rekor yang sudah bertahan selama 200 tahun yang dipegang oleh salah seorang murid Sir Issac Newton. Siapa wanita muda ini? Tidak lain tidak bukan, dialah Alia Sabur. Gadis belia ini dilahirkan di New York tepat tanggal 22 Februari 1989, ia kemudian sudah dinobatkan sebagai professor pada usia 19 tahun. Gadis ini menjadi professor termuda di bidang Matematika modern. Hasil tersebut tentu saja mencatatkan dirinya sebagai guru besar termuda dalam sejarah di halaman Guiness Book of Record.
 
Ia melompat kelas dengan sangat cepat. Lepas dari kelas empat Sekolah Dasar ia langsung melejit dengan tak tanggung-tanggung, menuju tingkat universitas. Pada usia 14 tahun sudah meraih gelar sarjananya dengan predikat kelulusan tertinggi juga, Summa Cum Laude. Tidak lebih dari lima tahun kemudian gelar master dan doktor pun sudah diraihnya secara gemilang.

Tapi wanita sederhana dan sangat bersahaja ini justru memilih untuk menjadi seorang dosen, padahal dengan segala kemampuan dan kepintaran yang ia miliki tentu saja banyak tawaran menggiurkan untuk menjadikannya orang yang kaya raya. Ia lebih memilih untuk menjadi dosen bahkan bukan di Amerika atau Eropa, tapi ‘hanya’ di sebuah universitas tak terlalu terkenal di Seoul Korea Selatan. Di Korea inilah Alia berlatih Tae Kwon Do secara serius, dan sudah berhasil berhasil menyandang sabuk hitam.
Nah, ketika ditanya kenapa lebih memilih untuk menjadi seorang dosen? Ia menjawab pertanyaan itu dengan sangat simpel, “Menjadi dosen merupakan bidang yang berbeda dari bidang lainnya. Dengan mengajar seseorang tidak hanya menunjukkan apa yang bisa dilakukan. Tapi ia juga memampukan orang lain untuk membuat perbedaan.” Sekali lagi, sungguh luar biasa gadis kita yang satu ini.

Siapa sosok berikutnya? Pemuda satu ini berasal dari India, terlahir dengan nama Tathagat Tulsi. Semasa kecil ia sudah menunjukkan banyak kelebihan. Kepintaran, luasnya wawasan, serta berbagai kelebihan lainnya membuat ia berhasil menjadi profesor termuda di India, yaitu pada usianya yang baru 22 tahun (beda 3 tahun dibanding Alia Sabur). Tapi gelar doktor (Phd) sudah diraih ketika baru berusia 21 tahun. Tathagat lahir 9 September 1987 di Patna, India. 

Karena luar biasa pintar, saat usia 9 tahun ia sudah menyelesaikan studi di sekolah menengah. Gelar PhD kemudian ia raih dari Indian Institute of Science. Kecerdasan dan kegeniusan Tathagat pernah diragukan oleh Departemen Sains dan Teknologi India. Ketika Agustus tahun 2001, waktu itu Tulsi baru berusia 13 tahun, ia dituduh tidak segenius itu dan kecerdasannya adalah palsu belaka. Kemudian ia akhirnya dibawa bertemu dengan pemenang Nobel di Jerman untuk membuktikan kecerdasannya. Apa yang terjadi? Ia ternyata mampu membuktikan semua karya karya ilmiahnya yang berkaitan dengan algoritma baru untuk pencarian quantum. Ia banyak menulis karya ilmiah yang berkaitan dengan algoritma quantum. Sungguh luar biasa.

13222246701002699042
Dr Cindy Priadi
Lalu siapa sosok kita berikutnya? Namanya cantik, secantik orangnya. Cindy Priadi. Ia meraih gelar doktornya pada usia yang relatif muda, masih 26 tahun! Ya, pada usia tersebut Cindy berhasil meraih gelar doktornya di Universitas Paris-Sud 11, Perancis.

Gadis cantik ini lahir di Bandung, 30 Januari 1984, dan ia begitu tertarik pada kebudayaan Eropa serta hal-hal yang berhubungan dengan lingkungan. Dalam program masternya, Cindy mengambil program studi Ilmu Lingkungan dengan tesis berjudul “Caracterisation des Phases Porteuses: Metaux Particulaires en Seine” dan berhasil menyelesaikannya dengan mulus pada tahun 2007 lalu. 

Untuk program doktoral-nya, Cindy mengambil program studi Geokimia Lingkungan. Dan, ia mungkin saja memang adalah doktor termuda di Indonesia, tapi dengan rendah hati ia menepisnya secara halus puja-puji terhadap dirinya. Ia mengatakan bahwa sesungguhnya semua orang bisa melakukan apa yang ia lakukan, asal saja ada kemauan dan menetapkan skala prioritas. Ia juga berharap bahwa dengan semua kapasitas yang ia miliki saat ini dan di waktu yang akan datang, supaya boleh memberikan banyak gagasan kepada masyarakat Indonesia. Harapan yang luar biasa dan tentu saja patut diancungi jempol.

Nah, sebenarnya masih banyak sosok-sosok muda lainnya yang begitu banyak bermunculan. Seperti juga gadis muda yang luar biasa berikutnya. Siapa lagi kalau bukan Ima Mayasari. Ia berhasil meraih gelar Doktor Ilmu Hukum pada usianya yang baru 28 tahun. Doktor termuda lulusan Universitas Indonesia ini berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul “Sengketa Izin Pertambangan di Era Otonomi Daerah, dengan mengangkat Studi Kasus: Sengketa Izin Pertambangan antara Badan Usaha Milik Negara Pertambangan dan Kepala Daerah di Kabupaten Konawe Utara dan Kabupaten Halmahera Selatan (Periode Tahun 2007-2011)”.

Masih penasaran dengan sosok-sosok lainnya? Okelah, kali ini mari kita terbang ke ujung Utara pulau Sulawesi. Wanita muda ini adalah seorang dosen di Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado. Nama lengkapnya adalah Donna Akthalia Setiyabudi. Ia berhasil meraih gelar doktornya pada usia 28 tahun di Unhas, Makassar. Dan mencatatkan dirinya sebagai doktor termuda di Unsrat.

Disertasi-nya berjudul “Hakikat, parameter dan peran nilai lokal peraturan daerah dalam rangka tata kelola perundang-undangan yang baik”. Di situ antara lain dijelaskan bahwa peraturan Daerah (Perda) pada hakikatnya merupakan instrumen hukum penyelenggaraan pemerintahan daerah yang termasuk rezim legislasi (legislation regime), maka wujud legislasi Perda mencakup local legislation dan sub-ordinary legislation.
Ia mengatakan bahwa, “Sebagai local legislation, Perda merupakan peraturan perundang-undangan yang dibentuk untuk mengatur hal-hal yang belum diatur oleh pemerintah pusat atau materi yang tidak penting diatur oleh pemerintah pusat, khususnya materi yang berkaitan dengan kondisi khas daerah. Sehingga, Perda dapat berfungsi untuk mengisi kekosongan hukum yang mungkin terjadi di daerah akibat adanya kondisi khas atau khusus yang tidak dapat diakomodasi oleh aturan yang bersifat nasional.” (MS)

No comments: