Jokowi di Mata Media Asing
Setelah Jokowi
resmi ditetapkan sebagai capres PDIP, namanya kembali langsung menjadi
bahan pembicaraan dimana-mana. Sama seperti ketika Jokowi pertama kali
tampil untuk DKI1. Mulai dari kedai kopi tingkat desa sampai café-café
mentereng di ibukota mengulas tentang dirinya. Mulai dari tingkat
kecamatan sampai ke dunia internasional. Nama Jokowi memang benar-benar
memberi efek yang luar biasa, makanya munculah istilah ‘Jokowi Effect’.
Media luar negeri juga
tak mau ketinggalan mengulas tentang fenomena sosok Jokowi, dan segala
kemungkinan menjelang pemilu Presiden dengan tampilnya sosok Jokowi ini.
Media besar asal Amerika Serikat Washington Post umpamanya memuat sebuah tulisan yang isinya adalah mengenai ‘Jokowi Effect‘.
Tulisan tersebut membahas mengenai fenomena politik di Indonesia sejak
penetapan Jokowi sebagai capres oleh PDIP, tentang elektabilitasnya, dan
harapan masyarakat.
Menurut Washington Post, Indonesia adalah
negara yang sangat demokraris, dengan sebuah sistem yang bisa
mengakodmodasi banyak partai. Sejak tahun 1999 partai di Indonesia
jumlahnya tidak menentu. Partai pemenang pun tidak gampang ditentukan.
Bayangkan saja, di Amerika negara yang begitu besar hanya memiliki tiga
partai. Dua partai dengan kekuatan yang sangat besar serta berimbang,
dan satu lagi adalah partai independen. Kita di Indonesia punya belasan
partai.
Poin yang harus digarisbawahi adalah biasanya
setiap partai akan menggandeng sejumlah pihak sehingga muncul kontrak
tertentu yang mengikat untuk menduduki otoritas kekuasaan. Namun jika
benar ‘Jokowi Effect‘ itu ada, maka PDIP tak perlu membangun
kontrak politik terlalu banyak untuk memenangkan Pemilu. Ia sudah kadung
disukai dan dicintai rakyat banyak. Itu kontrak tertinggi Jokowi. Ya,
mengikat kontrak dengan rakyat banyak.
Di sana tertulis demikian, “Right now the big news in Indonesia is the long-anticipated announcement that Jakarta Governor Joko Widodo will enter the race for president.
Widodo — universally known as “Jokowi” among Indonesians — is by some
degree the most popular of the many candidates for presidency this fall,
which include a series of retired generals, businesspeople, and party
apparatchiks.”
Katanya pada tataran
tertentu maka Jokowi adalah calon yang paling popular dibandingkan
calon-calon lainnya, termasuk di dalamnya para pensiunan jendral,
pengusaha, pemimpin partai politik, dan lain sebagainya.
Mereka juga coba
mencari tahu, selain penampilan pribadinya yang sederhana, kepemimpinan
berbasis kerakyatan dengan selalu melakukan blusukan atau hands-on leadership, apa kira-kira dampak hadirnya Jokowi bagi perkembangan perpolitikan di Indonesia termasuk pengaruhnya terhadap partai.
Selain Washington Post, ternyata salah satu koran terbesar di Amerika lainnya, yaitu New York Post tertarik
juga untuk mengulas sosok Jokowi ini. Memang benar-benar menunjukkan
bahwa Jokowi dapat juga menyita perhatian dunia internasional. Bagi
saya, ini wajar saja karena dunia internasional tentu sangat ingin tahu
siapa yang akan memimpin Indonesia. Deal-deal politik dan ekonomi yang akan terjalin dengan Indonesia nantinya akan sangat bergantung kebijakan-kebijakan the next Indonesia’ President. Tapi Jokowi memang sudah memberi warna tersendiri di dunia perpolitikan Indonesia.
Alinea pembuka di NYP tertulis, “The
opposition Indonesian Democratic Party of Struggle announced on Twitter
that Mr. Joko, widely known as Jokowi, would be its presidential
candidate. The announcement ended more than a year of speculation over
whether the party’s chairwoman, Megawati Sukarnoputri, 67, a former
president, would name herself as its candidate or support Mr. Joko, who
is 15 years younger.
Kini penantian itu usai sudah. PDIP melalui Megawati, sang ketua umum legowo menempatkan Jokowi sebagai calon Presiden dari partainya. Namun Jokowi sendiri belum bisa formally nominated
sebelum PILEG pada tanggal 9 April usai. Partai politik haruslah
mendapatkan 20% kursi parlemen untuk dapat menominasikan kandidat
mereka.
Selain ke dua koran
besar di Amerika tersebut, masih ada juga banyak penulis luar lainnya
yang mengupas-ulas tentang Jokowi. Termasuk site Today’s Online dan beberapa blog luar lainnya.
Ada beberapa
diantaranya yang menulis tentang apa yang membuat para investor suka
terhadap Jokowi, bila kelak ia terpilih menjadi Presiden. Beberapa
alasan yang dapat saya tuliskan dan rangkumkan adalah ini.
He’s a big frontrunner –
Pasar akan selalu khawatir tentang ketidakstabilan politik. Dan
ternyata, pencapresan Jokowi dapat mengurangi kekhawatiran tersebut.
Sebuah survey yang belum lama ini dibuat juga menempatkan Jokowi 4 kali
lebih tinggi dari lawan terdekatnya, Prabowo. Ia mendapatkan sekitar 40%
suara.
Infrastructure, infrastructure, infrastructure
– Salah satu kendala investor mau masuk ke Indonesia adalah oleh karena
infrastruktur. Kendala infrastruktur jelas sekali punya hubungan sangat
erat dengan pelonjakan biaya-biaya investasi. Yang menakjubkan adalah
ini. Bahwa hampir tidak ada proyek pengembangan infrastruktur baru yang
siknifikan selama ini di Jakarta. Tapi dengan melihat apa yang sudah
dilakukan Jokowi di Solo, serta kebulatan hati serta keseriusannya
membangun metro system di Jakarta, para investor percaya bahwa
Jokowi adalah orang yang tepat untuk membenahi semuanya itu, secara
keseluruhan dan konsisten.
Markets have an endless supply of hope
– Pemimpin berikutnya akan selalu lebih baik dari yang sebelumnya. Nah,
para investor suka untuk mempercayainya. Di negara manapun tentu
berlaku hal yang sama bukan? Kita memiliki ekspektasi bahwa yang baru
akan selalu lebih baik dari yang lama.
They don’t understand Indonesia’s political system
– Banyak investor luar negeri melihat persamaan antara munculnya of
Narendra Modi di India dan Jokowi di Indonesia. Setelah bertahun-tahun
mengalami frustasi tingkat tinggi akibat ribetnya proses menanamkan
modal di Indonesia, mereka sangat berharap bahwa Modi dan Jokowi adalah
‘tunas baru’ yang dapat menciptakan ‘kehidupan baru’. Diharapkan Modi
pun Jokowi dapat menyapu bersih semua rintangan yang sekiranya dapat
mempersulit para investor tersebut. Padahal sistem politik dan pemilihan
Presiden antara India dan Indonesia sangatlah jauh berbeda. Sistem
kepemimpinan di dua negara ini juga berbeda. Jokowi tidak bisa berjuang
serta bertindak seorang diri.
They are sick & tired of Indonesia’ Bureaucracy – Jangankan
para investor. Kadang-kadang saya juga suka gondok dengan segala macam
birokrasi yang terlalu mempersulit masyarakat. Makanya jangan heran
kalau istilah ‘bila masih bisa dipersulit kenapa harus dipermudah’
selalu saja dilekatkan di pundak para birokrat kita. Investor sudah
pusing dengan urusan-urusan demikian. Karena melihat apa yang dilakukan
Jokowi di Solo. Birokrasi dipermudah dan dipangkas. Demikian juga yang
ia dan Ahok buat di Jakarta. Maka tentu para Investor melihatnya sebagai
sebuah ‘keindahan’ dan ‘keajaiban’.
Demikianlah Jokowi di
mata beberapa media asing. Nama Jokowi sudah begitu bergaung,
sampai-sampai di Amerika pun ia menjadi topik pembicaraan. Jokowi Effect
ternyata benar-benar terasa. Semoga efek-efek positiflah yang akan
bermunculan dengan hadirnya Mas Jokowi. Entah ia akan terpilih nantinya
atau tidak. —Michael Sendow—
No comments:
Post a Comment