Apakah Anda Bahagia?
Bahan
pembicaraan dan penelitian yang tidak pernah usang dimakan zaman ada dua. Apa
itu? Cinta dan kebahagiaan. Begitu banyak penelitian, survey, dan bahkan
pendapat sudah terlontar mengenai apa itu cinta, dan apa itu kebahagiaan. Ada yang bilang cinta dan
kebahagiaan tak terpisahkan. Bagaimana menurut Anda? Dapatkah seseorang
berbahagia tanpa cinta? Di sisi yang lain, sebaliknya, dapatkah seseorang
menikmati cinta yang ia miliki bila ia tidak memperoleh kebahagiaan? Semua
jawaban yang Anda lontarkan pasti benar. Tentu saja benar dari sisi pengalaman
masing-masing. Cinta dan kebahagiaan adalah anugerah Tuhan terbesar dalam
hidup kita. Tanpa keduanya, saya yakin kita sudah ‘mati’ walau kita masih
hidup.
Cara
mendeskripsikan kebahagiaan tiap orang tentu berbeda-beda. Setiap orang pasti
punya caranya masing-masing, dan bisa jadi tidak ada yang sama. Tapi ada saja
survey dan penelitian yang mengangkat isu kebahagiaan ini ke permukaan.
Termasuk negara paling berbahagia (melalui parameter-paremeter tertentu).
Baru-baru
ini, ada sebuah survey yang dilakukan untuk melihat negara-negara mana saja yang
paling bahagia di dunia sepanjang tahun 2012 lalu. Sebuah lembaga survey yaitu The Gallup Organization telah melakukan
survey diantara 148 negara. Ribuan penduduk masing-masing negara itu ditanyai
dengan pertanyaan-pertanyaan bersifat normative. Tapi juga penentuan negara-negara
paling bahagia itu diukur dari tingkat pendidikan, kemakmuran, kesehatan, dan
aspek-aspek penting lainnya. Hasilnya? Apakah Indonesia termasuk? Sayang sekali
belum.
Norwegia
menempati posisi paling atas negara paling bahagia, yang urutan dua ditempati
Denmark, dan Swedia bertengger di posisi nomor tiga. Inilah tiga besar negara
paling bahagia menurut hasil survey tersebut, terlepas dari kita setuju atau
tidak.
Kebahagiaan Pribadi Dapat Diukur? Apa
Tanda-tandanya?
Nah, kini saya
bermaksud mengajak Anda untuk melihat sebuah survey dan penelitian lain.
Penelitian ini dilakukan oleh Dr. Ryan T. Howell, Ph.D beserta teamnya. Setelah
melakukan survey dan penelitian cukup lama, mereka menelurkan beberapa hasil
menarik yang pantas kita renungkan. Dr. Ryan dan teamnya meneliti dan mencari
tahu perbedaan paling mendasar bagaimana orang yang bahagia menjalani hidup
mereka dibanding orang yang tidak bahagia (happy and unhappy people).
Mereka mengolah dan menganalisa data lebih dari 30 survey berbeda.
Survey-survey tersebut mengukur tentang kebiasaan berbelanja seseorang, pilihan
belanja dan produk apa saja, nilai-nilai hidup yang dianut, dan kebiasaan
personal setiap reponden, pemahaman mereka tentang hidup, dan masih banyak
lagi.
Sekarang, apa
sih perbedaan yang paling menonjol antara mereka yang ‘katanya’ berbahagia
dan yang tidak (atau kurang berbahagia)?
Happy
people mengatur uang mereka dengan baik. Ada sesuatu yang dapat dilakukan setiap orang
setiap harinya yaitu membuat pengaturan keuangan, dan mendata setiap
pengeluaran. Supaya apa? Tentu saja supaya tidak terjadi ‘besar pasak
daripada tiang’. Hasil penelitian menjelaskan kepada kita bahwa setiap
individu akan bisa mengatur keuangan mereka lebih baik lagi bila mereka punya
tujuan yang jelas. Nah ini dia, management financial goal setiap orang
pasti berbeda-beda. Apa saja sih contohnya? Ya bisa saja untuk pembayaran
kartu kredit, menabung untuk hari tua, menyisihkan uang untuk keadaan-keadaan
darurat, dan sebagainya. Data hasil penelitian juga menunjukkan bahwa jika Anda
mengatur keuangan Anda dengan lebih baik hari ini, jelas Anda akan merasa lebih
bahagia besok harinya.
Happy
people membelanjakan uang mereka untuk sesuatu
yang lebih berharga daripada sekedar membeli barang-barang berbentuk materi.
Contohnya apa? Bisa saja ikut seminar-seminar pegembangan diri, travel ke
berbagai negara, menyumbang untuk kegiatan sosial serta kerohaniaan, dan
sebagainya. Istilah kerennya mengeluarkan uang untuk mendapatkan ‘life
experience’. Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan selama
10 tahun, jelas terlihat bahwa mereka yang membelanjakan uang untuk life
experience, maka hidup orang-orang itu lebih berbahagia daripada mereka
yang membelanjakan ‘hanya’ untuk sekedar buat beli barang-barang berbentuk
materi.
Happy
people memikirkan masa lalu mereka secara positif dan gembira.
Berbeda dengan hewan, manusia sebenar punya kemampuan untuk melakukan ‘time
traveler’ (perjalanan waktu) Kedengaran seperti science fiction?
Tidak juga. We actually have the capacity to backward and forward in time
thru our mind. Ya jelas saja, otak kita menyimpan ribuan memori
tentang masa lalu, dan sanggup memikirkan ribuan kemungkinan lain di masa yang
akan datang. Sadar atau tidak, kita sudah menjelajahi masa lalu kita dan pergi
ke masa depan kita (proyeksi), hanya melalui pikiran kita. Survey dan
penelitian kembali menunjukkan bahwa happy
people kelihatan begitu menikmati masa lalu, seolah-olah mereka kembali
hadir di sana .
Menikmati nikmatnya masa lalu, serempak membuang jauh-jauh, mengabaikan segala
luka derita di masa lampau. Ketika happy people memikirkan masa lalu
mereka, yang dipikirkan adalah semua good memories, dan bukan yang
jelek-jelek, atau yang membawa dampak kesedihan.
Happy
people menangkap (“catch”) emosi orang-orang sekitar secara teratur, dan turut
berbagi bersama mereka. Sejumlah orang kelihatannya ‘rentan’ (dalam artian positif)
terhadap lingkungan sekitar. Artinya begini, mereka akan cepat terpengaruh dan
terbawa emosi dengan apa yang dialami orang-orang sekitar, entahkah itu situasi
yang menyenangkan pun yang menyedihkan. Ada
yang begitu sensitif memahami perasaan orang lain, walau tak jarang kita jumpai
mereka yang super cuek. Selalu berujar ‘ It is not my business’. Hasil penelitian membuktikan pula, ketika
seseorang melempar senyum ramah kepada happy people, mereka akan
membalasnya dengan senyuman yang lebih ramah lagi, dan akan merasa hangat serta
sejuk di dalam hati. Oleh karenanya jangan pernah anggap enteng arti dari
sebuah senyuman. Satu senyuman dapat memberi sejuta arti. Karena itu, jika Anda
menaruh perhatian lebih terhadap emosi serta perasaan apapun yang sementara
dialami orang-orang di sekitar Anda, kebahagiaan akan melingkupi Anda.
Happy
people tinggal dan bergaul dengan komunitas
yang baik, dan sehati dengan yang bersangkutan. Seseorang akan mencapai titik
tertinggi kebahagiaan mereka bila 3 kebutuhan psikologi dasar sudah terpenuhi.
Apa itu? Ini dia: autonomy, competence, dan relatedness.
Kemandirian, kemampuan atau kecakapan, dan keterkaitan. Ribuan penelitian,
pelajaran, dan survey menunjukkan adanya korelasi positif (dan tentu saja
menimbulkan efek positif juga) pencapaian kebutuhan psikologis terhadap
kebahagiaan. Nah, pemenuhan atau pencapaian kebutuhan dasar tersebut diperoleh
bila mereka berada pada satu komunitas yang sama. Mereka mengatakan bahwa ada
rasa memiliki dan dimiliki di lingkungan atau komunitas di mana mereka tinggal.
Ketika mereka lagi bepergian jauh, ada rasa kehilangan, dan rasa ingin
cepat-cepat pulang sering sekali menghinggapi pikiran pereka. Tinggal dengan
komunitas yang baik saling pengertian, dan saling menunjang ternyata dapat meningkatkan
nilai kebahagiaan seseorang. Tentu saja beda bila tinggal di lingkungan yang
sebaliknya, saling hantam, tidak pedulian, dan tak mau tau. ‘Elo elo, gue
gue’.
Takaran
kebahagiaan (rasa bahagia) itu memang
sulit diukur. Setidaknya, kita tahu pada saat mana kebahagiaan kita mencapai
anak tangga yang lebih tinggi. Jangan kecewa dulu kalau Anda mungkin tinggal di
Jakarta yang
dipenuhi begitu banyak unhappy people. Apalagi di setiap sudut jalan masih
saja terus terjadi pemerkosaan, perampokan, penodongan, pembunuhan, dan semua
jenis kejahatan lainnya. Percayalah kebahagiaan sesungguhnya dapat kita peroleh
di mana saja. Ilmu membahagiakan diri itu ada dalam diri kita masing-masing.
Norwegia boleh saja berbangga menempati nomor wahid negara paling Bahagia.
Tapi, asal kita mau, Anda dan saya dapat menciptakan ‘sorga di bumi’ di Jakarta yang keras ini. So,
please be happy!
No comments:
Post a Comment