“Marijo pi bapete rica rame-rame….”
“Mari jo torang pi ba pete rica……”, sebuah kalimat pendek meluncur dari mulut kawan saya, hampir di setiap summer
datang menyapa Amerika. Kalimat itu dapat diartikan “Ayo kita pergi
memetik cabe rawit…”. Bagi sebagian besar warga Indonesia di New Jersey,
bapete rica adalah sebuah momen yang ditunggu-tunggu ketika
musim panas telah tiba. Bukan karena kita ini adalah petani cabe, tapi
karena kita adalah penikmat rica.
Amerika, adalah negara super maju dalam banyak hal, serta super modern dalam hal teknologi, ternyata
di satu sisi, menyimpan banyak cerita lain, yaitu sesuatu yang bersifat
tradisional, namun ditangani secara profesional. Salah satunya adalah
perkebunan dan pertanian. Uniknya, dalam kisah rica ini, Amerika
bukanlah ‘negara pemakan rica’. Namun rica, bertumbuh pesat di sana.
Mereka, katakanlah para farmer ini, sangat pintar membaca
‘tanda-tanda zaman’. Artinya begini, walaupun sebagian besar warga
negara Amerika sendiri tidak suka yang pedes-pedes, namun siapa sangka
di sana ada berhektar-hektar lahan ditanami khusus rica ini. Untuk siapa
rica-rica ini ditanam? Untuk saya dan Anda yang suka rica tentunya.
Ini
jelas karena mereka melihat peluang, selain untuk swasembada rica,
mereka tahu persis di daerah-daerah mana yang dihuni oleh para
pendatang. Ini tentu sebuah peluang yang bagus. Di New Jersey misalnya,
banyak sekali pendatang dari Asia dan Timur Tengah, yang notabene datang
dari negara-negara penyuka rica. Contohnya saya, tanpa rica seakan
hidup ini tiada kenikmatan dan gairah lagi, tanpa rica rasanya jadi
enggan untuk makan apapun. Pisang goreng pun, kalau orang lain makannnya
pakai kecap, coklat, dan keju yang manis-manis, maka orang Manado,
termasuk saya akan melahapnya dengan rica. Seorang warga Amerika
berkulit hitam bahkan pernah berseloroh begini, “You are just like chili, smooth outside but hot inside…”
Kurang lebih artinya adalah, kalian (si raja rica) sama persis dengan
rica, yaitu mulus di luar namun pedes di dalam. Saya paham dia hanya
bergurau.
Rica Murah
Rupa-rupanya
rica adalah termasuk produk kebun yang terhitung mahal di Indonesia.
Untuk beli kiloan harganya mungkin akan sedikit lebih murah, namun tetap
saja mahal. Apalagi kalau beli yang sudah diplastikin di supermarket
itu, mahalnya minta ampun bagi keluarga yang hidupnya pas-pasan.
Bagaimana
di Amerika? Negara yang sebenarnya bukan pemakan rica? Harga ricanya
bervariasi di setiap tempat, tapi pada umumnya harganya itu relatif
murah dan sangat terjangkau. Di State New Jersey umpamanya, rica
tergolong sangat mudah diperoleh. Di toko Shoprite misalnya, rica dapat
dibeli dengan harga terjangkau, dan ada dimana-mana. Tapi akan jauh
lebih murah bila kita membelinya langsung dari kebun ricanya (farm).
Itulah sebabnya kenapa setiap summer
tiba, warga Indonesia berbondong-bondong mencari perkebunan rica
terdekat untuk membeli dalam jumlah banyak. Dapat dibilang, membeli
langsung ke perkebunan rica harganya akan sangat murah. Saya pernah
membeli setengah karung lebih rica, dan membayarnya tidak lebih dari 10
USD (setara 100 ribu rupiah). Dapat di mana rica hampir sekarung hanya
seharga 100 ribu rupiah kalau di Indonesia?
Nah,
di lahan berhektar-hektar luasnya itu akan ditemui berbagai jenis rica.
Ada rawit ijo yang persis di Indonesia, ada Jalapeno yang panjang
gendut itu, ada juga yang merah panjang entah apa namanya, ada paprika
dari Afrika yang terkenal sangat pedes, dan masih banyak jenis rica
lainnya. Pokoknya, sejauh mata memandang Anda akan menyaksikan
pemandangan rica dan rica. Tempat yang paling sering saya dan
kawan-kawan datangi adalah sebuah farm yang berlokasi di
kampung New Egypt, tidak terlalu jauh dari Edison NJ. Hanya butuh
sekitar 1 jam lebih untuk pergi ke situ kalau dari Kota Edison atau
Metuchen. Salah satu perkebunan yang cukup terkenal di situ, namanya Dewolf’s U Pick Farm.
Berbatasan
dengan perkebunan rica itu biasanya akan dijumpai berbagai jenis
sayuran lainnya. Ada tomat, ketimun, kol, pare, dan masih banyak lagi.
Bahkan di beberapa tempat ada yang menanam sereh (lemongrass).
Semuanya dijual dengan harga murah tentunya. Di setiap jalur sudah ada
papan nama sendiri-sendiri untuk mempermudah para pembeli.
Biasanya
pengunjung yang datang membeli akan langsung diberikan kantong plastik
ukuran raksasa di depan pintu masuk perkebunan. Pembeli harus memetik
sendiri apapun yang ingin ia beli. Mobil pun dijinkan untuk masuk
sampai ke litir (pinggiran) terdekat area kebun yang dituju, ini tentu
dengan maksud memudahkan kita mengangkut apapun yang sudah kita petik.
Warga
Indonesia banyak yang terlihat membawa bekal makanan ketika pergi ke
kebun sayuran itu, sebab memetik rica itu berarti mesti tinggal di kebun
selama berjam-jam, bahkan bisa setengah hari lamanya. Jadi kalau pergi
pagi jam 7 setelah sarapan, maka jam 12 atau jam 1 adalah waktu
istirahat makan siang sebelum melanjutkan pekerjaan memetik. Yang
dipetik pun tidak hanya rica, tapi tomat, batang bawang, dan keperluan
dapur lainnya. Orang bisa rela berlama-lama di kebun karena harganya
yang memang sangat murah. Selain itu, ada keasyikan tersendiri duduk
memetik rica di kebun. Apalagi bagu mereka yang selalu sibuk dengan
pekerjaan, dan selalu suntuk di kebisingan kota besar. Menyium aroma
segar dedaunan, sembari mendengar kicau burung saja sudah merupakan
sesuatu yang luar biasa. Apalagi ketika jemari tangan mulai bergerak
cepat di antara rimbunnya tanaman rica itu, memetik rica merah, hijau,
kuning, panjang dan pendek…tes…tes…tes… Memang asyik.
Memetik Rica Bekal Setahun
Perkebunan
sayur mayur itu hanya dibuka sekali dalam setahun. Yaitu pada saat
musim panas saja, biasanya dari sekitar Bulan July sampai Oktober.
Itulah sebabnya, banyak yang memborong rica dalam jumlah besar sebagai
bekal untuk setahun ke depan. Saya sendiri sering melakukannya, dan
memang rica ini tahan untuk setahun kemudian. Caranya? Gampang saja,
rica yang sudah dicuci bersih kemudian diblender halus, lantas
dimasukkan ke freezer. Hanya dipakai sedikit-sedikit kalau hendak masak. Bagi yang punya freezer besar, rica bisa dimasukkan tanpa digiling terlebih dulu.
Di
kebun rica, saya sering bertemu tidak hanya dengan warga Indonesia
saja. Ternyata banyak juga orang Afrika, Jamaica, dan Mesir yang datang
memetik rica di kebun. Kalau yang dari Afrika, saya perhatikan mereka
itu lebih suka memetik rica jenis paprika yang amat sangat pedes itu.
Katanya, satu paprika itu setara atau sebanding dengan sepuluh rawit ijo
biasa. Kadang mereka membelinya sampai berkarung-karung, menggunakan
mobil terbuka. Bisa jadi rica-rica ini akan dijual lagi, atau untuk
kebutuhan rumah makan besar.
Jadi,
kalau sudah memetik rica di musim panas, kita tidak lagi belanja rica
dalam setahun. Kalau umpamanya kita membeli rica di supermarket seharga
3-5 USD untuk dipakai seminggu, maka dengan harga 10-20 USD beli
langsung di kebun, kita sudah tidak perlu lagi membeli rica dalam
setahun. Lumayanlah penghematan yang dilakukan oleh setiap penggila
rica.
Pengelolaan
dan pemberdyaan lahan rica memang dilakukan dengan sangat profesional
di sana. Makanya pula, sayuran dan tanaman yang dihasilkan sangatlah
optimal dan sega-segar. Pikiran saya jadi melayang jauh ke kampung
kelahiran mama saya, teringat kebun rica milik paman saya di kampung
itu. Luasnya tidak seberapa namun ricanya tidak bagus-bagus, dan banyak
yang membusuk entah kenapa.
Ketika
musim kemarau tiba, paman saya harus menimba air di sumur untuk
menyiram tanaman-tenaman rica tersebut, ember yang digunakan juga hanya
ada dua. Dua kali bolak-balik menyiram rica, keringat deras sudah
mengucur dari tubuhnya, dan nafasnya terdengar ngos-ngosan. Jadi
sedih saya mengingatnya. Andai saja dia dapat bercocok tanam di salah
satu farm di New Jersey….Tentu, paman saya akan merasakan seperti apa
yang saya rasakan. MES.
2 comments:
Akhirnya dapat postingan ttg cabe rwit.. Di nj pula.. Kbetulan sy di teaneck pak. Susah skali ktemu org indo disini.. Tnks buat postny y pak..
Post a Comment