Bagi saya, menyimak sejarah berbagai hal di dunia ini adalah suatu sesuatu yang begitu mengasyikkan, sesuatu banget githu lho.
Semua itu turut memberi sumbangsih untuk menambah wawasan dan menjadi
sarana pembelajaran yang luar biasa bermanfaat. Memicu dan memacu
semangat kita untuk menjadi lebih baik, dan lebih baik, dan lebih baik
lagi. Berusaha berbuat dan menciptakan karya-karya terbaik yang kita
punya, dan yang kita bisa.
Kali ini, mari kita simak dan lihat serta
meneladani hal-hal positif dari para tokoh berikut ini. Mereka adalah
professor-profesor dan doktor-doktor termuda, yang sudah mencatatkan
diri mereka dalam sejarah dunia pendidikan. Baik itu pendidikan tingkat
dunia maupun pada skala dunia pendidikan Indonesia. Adalah merupakan
kebanggaan bagi mereka yang menghasilkan karya terbaik di usia yang
masih belia. Contoh yang tentu saja begitu menginspirasi dan menguatkan,
serta membanggakan kita.
Pemuda berikut ini meraih gelar Profesor di bidang Electrical Engineering
di Amerika sebelum berusia 30 tahun. Karena marga-nya (nama belakang)
yang sangat mirip nama orang Jepang, maka tak jarang para petinggi
Jepang mengajaknya untuk “pulang ke Jepang” demi membangun Jepang.
Padahal ia sama sekali bukan orang Jepang lho. Tapi ternyata Prof.
Tansu, begitu sering ia disapa adalah pemegang paspor hijau berlogo
Garuda Pancasila. Ia adalah warga negara Indonesia yang sangat brilian.
Gelar sarjana di Wisconsin itu
diraih dengan ‘sangat gampang’. Hal itu dibuktikan dengan menyelesaikan
studinya tersebut hanya dengan waktu yang sangat singkat yaitu 2 tahun 9
bulan. Ia juga lulus dengan predikat Summa Cum Laude. Sebuah prestasi kelulusan tertinggi. Ia meraih gelar Master pada bidang yang sama, dan meraih gelar Doktor (Ph.D) di bidang Electrical Engineering pada usianya yang baru ke-26 tahun.
Thesis Doktorat Nelson Tansu mendapat award sebagai “The 2003 Harold A. Peterson Best ECE Research Paper Award”. Dan lagi, luar biasanya adalah tesis-nya itu mampu mengalahkan 300 thesis Doktorat lainnya. Pokoknya ia sudah menggondol sekitar 11 scientific award di tingkat internasional, sudah mempublikasikan lebih 80 karya di berbagai jurnal internasional dan merupakan visiting professor di 18 perguruan tinggi dan institusi riset. Ia juga aktif diundang sebagai pembicara di berbagai event internasional di Amerika, Kanada, Eropa dan Asia .
Sosok kedua kita adalah seorang gadis belia yang benar-benar luar biasa. Ia sudah tercatat dalam Guiness Book of Record sebagai Profesor Doktor termuda di dunia, bahkan mengalahkah rekor yang sudah bertahan selama 200 tahun yang dipegang oleh salah seorang murid Sir Issac Newton. Siapa wanita muda ini? Tidak lain tidak bukan, dialah Alia Sabur. Gadis belia ini dilahirkan di New York tepat tanggal 22 Februari 1989, ia kemudian sudah dinobatkan sebagai professor pada usia 19 tahun. Gadis ini menjadi professor termuda di bidang Matematika modern. Hasil tersebut tentu saja mencatatkan dirinya sebagai guru besar termuda dalam sejarah di halaman Guiness Book of Record.
Ia melompat kelas dengan sangat cepat. Lepas
dari kelas empat Sekolah Dasar ia langsung melejit dengan tak
tanggung-tanggung, menuju tingkat universitas. Pada usia 14 tahun sudah
meraih gelar sarjananya dengan predikat kelulusan tertinggi juga, Summa Cum Laude. Tidak lebih dari lima tahun kemudian gelar master dan doktor pun sudah diraihnya secara gemilang.
Tapi wanita sederhana dan sangat bersahaja ini
justru memilih untuk menjadi seorang dosen, padahal dengan segala
kemampuan dan kepintaran yang ia miliki tentu saja banyak tawaran
menggiurkan untuk menjadikannya orang yang kaya raya. Ia lebih memilih
untuk menjadi dosen bahkan bukan di Amerika atau Eropa, tapi ‘hanya’ di
sebuah universitas tak terlalu terkenal di Seoul Korea Selatan. Di Korea
inilah Alia berlatih Tae Kwon Do secara serius, dan sudah berhasil berhasil menyandang sabuk hitam.
Nah, ketika ditanya kenapa lebih memilih untuk menjadi seorang dosen? Ia menjawab pertanyaan itu dengan sangat simpel, “Menjadi
dosen merupakan bidang yang berbeda dari bidang lainnya. Dengan
mengajar seseorang tidak hanya menunjukkan apa yang bisa dilakukan. Tapi
ia juga memampukan orang lain untuk membuat perbedaan.” Sekali lagi, sungguh luar biasa gadis kita yang satu ini.
Siapa sosok berikutnya? Pemuda satu ini berasal dari India, terlahir dengan nama Tathagat
Tulsi. Semasa kecil ia sudah menunjukkan banyak kelebihan. Kepintaran,
luasnya wawasan, serta berbagai kelebihan lainnya membuat ia berhasil
menjadi profesor termuda di India, yaitu pada usianya yang baru
22 tahun (beda 3 tahun dibanding Alia Sabur). Tapi gelar doktor (Phd)
sudah diraih ketika baru berusia 21 tahun. Tathagat lahir 9 September
1987 di Patna, India.
Karena luar biasa pintar, saat usia 9 tahun ia sudah menyelesaikan studi di sekolah menengah. Gelar PhD kemudian ia raih dari Indian Institute of Science.
Kecerdasan dan kegeniusan Tathagat pernah diragukan oleh Departemen
Sains dan Teknologi India. Ketika Agustus tahun 2001, waktu itu Tulsi
baru berusia 13 tahun, ia dituduh tidak segenius itu dan kecerdasannya
adalah palsu belaka. Kemudian ia akhirnya dibawa bertemu dengan pemenang
Nobel di Jerman untuk membuktikan kecerdasannya. Apa yang terjadi? Ia
ternyata mampu membuktikan semua karya karya ilmiahnya yang berkaitan
dengan algoritma baru untuk pencarian quantum. Ia banyak menulis karya
ilmiah yang berkaitan dengan algoritma quantum. Sungguh luar biasa.
Gadis cantik ini lahir di Bandung,
30 Januari 1984, dan ia begitu tertarik pada kebudayaan Eropa serta
hal-hal yang berhubungan dengan lingkungan. Dalam program masternya,
Cindy mengambil program studi Ilmu Lingkungan dengan tesis berjudul “Caracterisation des Phases Porteuses: Metaux Particulaires en Seine” dan berhasil menyelesaikannya dengan mulus pada tahun 2007 lalu.
Untuk program doktoral-nya, Cindy
mengambil program studi Geokimia Lingkungan. Dan, ia mungkin saja memang
adalah doktor termuda di Indonesia, tapi dengan rendah hati ia
menepisnya secara halus puja-puji terhadap dirinya. Ia mengatakan bahwa
sesungguhnya semua orang bisa melakukan apa yang ia lakukan, asal saja ada kemauan dan menetapkan skala prioritas.
Ia juga berharap bahwa dengan semua kapasitas yang ia miliki saat ini
dan di waktu yang akan datang, supaya boleh memberikan banyak gagasan
kepada masyarakat Indonesia. Harapan yang luar biasa dan tentu saja
patut diancungi jempol.
Nah, sebenarnya masih banyak
sosok-sosok muda lainnya yang begitu banyak bermunculan. Seperti juga
gadis muda yang luar biasa berikutnya. Siapa lagi kalau bukan Ima Mayasari. Ia berhasil meraih gelar Doktor Ilmu Hukum pada usianya yang baru 28 tahun. Doktor termuda lulusan Universitas Indonesia ini berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul “Sengketa
Izin Pertambangan di Era Otonomi Daerah, dengan mengangkat Studi Kasus:
Sengketa Izin Pertambangan antara Badan Usaha Milik Negara Pertambangan
dan Kepala Daerah di Kabupaten Konawe Utara dan Kabupaten Halmahera
Selatan (Periode Tahun 2007-2011)”.
Masih penasaran dengan sosok-sosok
lainnya? Okelah, kali ini mari kita terbang ke ujung Utara pulau
Sulawesi. Wanita muda ini adalah seorang dosen di Fakultas Hukum
Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado. Nama lengkapnya adalah Donna Akthalia Setiyabudi.
Ia berhasil meraih gelar doktornya pada usia 28 tahun di Unhas,
Makassar. Dan mencatatkan dirinya sebagai doktor termuda di Unsrat.
Disertasi-nya berjudul “Hakikat,
parameter dan peran nilai lokal peraturan daerah dalam rangka tata
kelola perundang-undangan yang baik”. Di situ antara lain dijelaskan
bahwa peraturan Daerah (Perda) pada hakikatnya merupakan instrumen hukum
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang termasuk rezim legislasi (legislation regime), maka wujud legislasi Perda mencakup local legislation dan sub-ordinary legislation.
Ia mengatakan bahwa, “Sebagai local legislation, Perda
merupakan peraturan perundang-undangan yang dibentuk untuk mengatur
hal-hal yang belum diatur oleh pemerintah pusat atau materi yang tidak
penting diatur oleh pemerintah pusat, khususnya materi yang berkaitan
dengan kondisi khas daerah. Sehingga, Perda dapat berfungsi untuk
mengisi kekosongan hukum yang mungkin terjadi di daerah akibat adanya
kondisi khas atau khusus yang tidak dapat diakomodasi oleh aturan yang
bersifat nasional.” (MS)
No comments:
Post a Comment