Untuk melihat secara rinci PP tersebut, Anda dapat mengunjungi websitenya Sekretariat Kabinet. Di sana Anda dapat meilhatnya secara lebih komprehensif isi PP itu. PP tersebut adalah merupakan peraturan pelaksanaan UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.
Secara singkat PP tersebut mengatur ketentuan
mengenai pencegahan konflik, tindakan darurat penyelamatan dan
perlindungan korban, bantuan penggunaan kekuatan TNI, pemulihan pasca
konflik, peran serta masyarakat, pendanaan penanganan konflik, bahkan
sampai kepada monitoring dan evaluasi. Bahasa kerennya saya menyebutnya
sebagai ‘Management Penanganan dan Evaluasi Konflik Sosial’.
Dalam PP berisi 99 pasal itu disebutkan juga bahwa
pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya melakukan
pencegahan konflik. Nah, pencegahannya seperti apa? Antara lain adalah
dengan memelihara kondisi damai. Kemudian juga dengan mengembangkan
sistem penyelesaian secara damai. Juga dengan cara meredam potensi
konflik, serta membangun sebuah sistem peringatan dini. Sama seperti
tsunami dan gempa bumi yang ada peringatan dininya, maka konflik sosial
juga ternyata ada peringatan dininya. Jadi sebelum konflik terjadi,
masyarakat sudah bisa siap-siap.
Penyelesaian secara damai memang selalu menjadi
kuncinya. Apalagi Presiden Jokowi adalah penganut ‘mazhab’ penanganan
konflik mestilah selalu secara damai. Bukankah peace is always beautiful? Indeed! Contoh salah satu pasalnya berbunyi seperti ini:
“Pemerintah
dan pemerintah daerah dalam melakukan pencegahan konflik,
mengoptimalkan penyelesaian perselisihan secara damai melalui musyawarah
untuk mufakat, dan dapat melibatkan peran serta masyarakat.” (Pasal 7 ayat 1 dan 2)
Di antaranya juga, PP tersebut berbicara mengenai keterlibatan
TNI dalam penanganan konflik sosial. Bantuan penggunaan dan pengerahan
kekuatan TNI untuk penghentian konflik dilaksanakan setelah adanya
penetapan status keadaan konflik oleh pemerintah atau pemerintah daerah.
Bantuan penggunaan dan pengerahan kekuatan TNI dilakukan untuk
menghentikan kekerasan fisik, melaksanakan pembatasan dan penutupan
kawasan konflik untuk sementara waktu. (Pasal 44 dan Pasal 45 Ayat 1)