Pagi itu udara begitu dingin. Tangan terasa beku, walau kami sudah mengenakan gloves yang tebal. Alat pengukur cuaca menunjukkan angka 10 derajat Farenheit di bawah nol.
" Brrrrrrrrr...dinginnya minta ampun " Ujar saudaraku yang baru datang dari Indonesia. "Iyalah, inikan musim dingin disini" sambutku.
Tanggal 2 Januari 2008, saya berkesempatan untuk menginjakkan kaki kembali di Niagara Falls, air terjun paling besar di dunia. Keluarga saya yang berkunjung selama 3 minggu dari Jakarta berkeinginan keras untuk dapat melihat salah satu buah karya maha agung dari sang khalik, Sang Pencipta Alam semesta itu. Udara yang minus tidak menjadi penghalang.
" Mike, berapa lama perjalanan ke sana " tanya tante Vera. " Biasanya sih 10 jam, kalau ngebut bisa 9 jam ".
Jadilah kita berlima, bersama saudara saya yang lain berangkat menuju Niagara Falls, jam 2 subuh mengingat perjalanan cukup panjang dan kami tidak berniat untuk menginap. Saya dan paman serta tante saya gantian nyetir mobil.
Dengan memakai navigator (Semacam kompas penunjuk jalan berbasis satelite mode) kami mengambil jalan Interstate 287, kemudian I-80. Dari tempat kami berangkat, kota saya Edison semua baju dingin sudah disiapkan. Tapi alamak, jaket saya ketinggalan !
Niagara Falls, di Upstate NY sudah dua kali saya kunjungi dan saya tidak pernah bosan mengagumi Mahakarya yang sangat indah, luarbiasa dari Sang Pencipta. Kali pertama saya mengunjungi di musim panas 2 tahun lalu.
Niagara Falls (les Chutes du Niagara) merupakan air terjun yang di claim oleh dua negara yaitu Canada (di propinsi Ontario) dan Amerika Serikat (New York).
Latar belakang kota Ontario Canada
Setelah menyelesaikan perjalan yang, kami melepas lelah sebentar di 'Niagara Center'. Foto-foto sepuas hati, kebetulan yang datang kesitu cuman segelintir orang, maklumlah musim dingin dengan udara di bawah nol dinginnya -hanya orang orang nekad- yang mau kesitu. He..he..he...saya dan rombongan termasuk diantara orang-orang nekad tersebut. Ingat cerita bahwa Jaket saya ketinggalan ? Saya akhirnya mesti merogoh kantong untuk membeli Jaket di toko terdekat seharga $30,-
Sampai menjelang malam kami berada di seputaran Niagara. Makan di rumah-makan pun menjadi keharusan bagi kami yang lapar dan kedinginan. Kopi panas menjadi menu utama pesanan saya (sayangnya ndak ada pisang goreng).
Niagara diwaktu malam
" Ayo, so gelap so boleh pulang torang " Demikian ajakan paman saya dengan logat Manadonya yang sangat kental. Kamipun bersiap-siap untuk pulang.
Dalam perjalanan dari pinggiran Niagara Falls-nya ke parkiran lumayan jauh, sekitar 15 menit. Itu kalau kita mampir ke beberapa toko kecil yang ada disitu. Nah, saya kebetulan singgah di salah satu toko cinderamata untuk membeli gantungan kunci. Maklum, saya sudah mengoleksi ratusan gantungan kunci dari berbagai negara dan kota-kota di seluruh dunia. Itu salah satu hobby saya. Di dalam toko yang tidak terlalu besar itu saya ketemu seseorang yang mungkin tidak akan saya lupakan. Dia adalah seorang warga negara Amerika peranakan Ukraina. Dia orangnya ramah, menyapa saya dengan sebutan "sir" he..he..he... "Panggil saya, Mike" ralat saya. Terus kita ngobrol ini dan itu, panjang lebar sampai akhirnya dia tanya saya asal mana.
" Saya dari Indonesia, tepatnya Sulawesi Utara" dengan bangga saya sebut nama tempat asal saya. " Oooh I Know that place " katanya. Ternyata dia itu pernah menjadi seorang peneliti di Bandung dan Jakarta. Dia adalah seorang professor sosiologi. Dia bilang bahwa secara kasat mata dia kagum dengan orang-orang Indonesia. " Saya kagum dengan "budaya keluarga" di negerimu " ia bertutur tentang bedanya antara "budaya keluarga" disini (demikian ia mengistilahkannya) dengan di Indonesia. Di Indonesia, hormat terhadap orang tua masih benar-benar terjaga, katanya. Disamping itu orang yang sudah berkeluargapun masih bisa tinggal dengan orang tuanya, itu membanggakan (ia menyatakan itu sebagai wujud saling baku-sayang) walau saya sendiri ragu kebenaran pernyataan itu, he..he..he. Di sini katanya, 18 tahun sudah keluar sendiri. Bebas, yang kadangkala tak bersyarat sama sekali. Oleh karenanya lanjut beliau, kenakalan remaja disini sangat banyak.Perkenalan kamipun berlanjut dengan tukar nomor telpon, terimakasih Prof. Thompson atas bincang-bincangnya.
Waktu perjalanan pulang yang kami tempuh, lebih lama dari perginya. Selain yang nyetir udah pada ngantuk. Badan juga sudah terlampau capek, jadi kita singgah di rest area 4 kali.
Tiba di rumah waktu telah menunjukkan pukul 2 subuh. Jadi kita keluar jam 2 subuh, kembali tiba jam 2 subuh. Ini itu orang Manado istilahkan " subuh kalu subuh ".
Niagara...oh Niagara...perjalan panjang yang melelahkan, tapi menyenangkan. Disitu saya kembali bisa melihat betapa besarnya Dia dengan salah satu Mahakarya-Nya. Menjadikan saya semakin merendah di hadapanNya, bahwa saya hanyalah 'orang kecil' yang tidak akan berarti apa-apa tanpa Dia, Sang Pemberi Arti itu !
No comments:
Post a Comment