Di Tangerang Banten ada kota Bitung, nah di Sulawesi Utara juga ternyata ada kota bernama Bitung.
Kota pinggir pantai inilah yang akan menjadi objek penulisan saya kali
ini, dan tentu saja objek perjalanan Anda. Anggap saja, Anda
berjalan-jalan ke Bitung lewat tulisan ini. Harapan saya semoga saja
perjalanan Anda menyenangkan, dan tidak mabok perjalanan.
Menurut
catatan sejarah, maka dapat kita temui bahwa konon ‘Bitung’ itu
sebetulnya diambil dari nama sebuah pohon yang kala itu banyak tumbuh di
daerah Utara Jazirah Pulau Sulawesi. Pohon itu adalah pohon Witung yang
lantas disebut Bitung. Kemudian penduduk di situ yang pertama kali
memberikan nama Bitung adalah Dotu (tua-tua / orang yang dituakan)
Hermanus Sompotan, jangan heran kalau kini Hermanus dan Sompotan adalah
termasuk marga (fam) yang cukup dominan terutama di Minahasa Utara
(Minut) dan daerah sekitar Bitung juga. Dotu Hermanus Sompotan
ini waktu itu ditemani juga beberapa dotu lainnya, antara lain seperti
Dotu Rotti, Dotu Wullur, Dotu Ganda, Dotu Katuuk, serta Dotu Lengkong.
Marga-marga tersebut itu juga sekarang banyak dijumpai dan tersebar di
Minahasa dan Manado. Kalau leluhur saya, ini katanya sih, adalah Dotu
Sendow yang berkuasa di sekitar sungai yang akhirnya sungai itu sampai
saat ini dinamai Sungai Sendowan. Ada Bukit Lengkoan yang sangat jelas
terlihat dari Desa Sonder, yang bisa jadi dulu dikuasai oleh Dotu
Lengkong, siapa tahu. Sejarah tanah leluhur dan kampung halaman kita
memang harus terus kita gali dan pelajari, supaya kelak tidak hilang
tergerus zaman.
Kini mari kita mulai perjalanan singkat kita.
Kita start dari Manado saja biar gampang. Kalau berkunjung ke Bitung
tentu jangan lupa untuk ke kota Manado terlebih dahulu, itulah yang
selalu saya lakukan, oleh karena memang mesti dari Manado baru
perjalanan ke Bitung menjadi berkesan hehehe. Jaraknya juga kan tidak
terlalu jauh, hanya sekitar 45 KM, kalau tidak macet bisa saja ditempuh
dalam 30-45 menit, kalau macet bisa sampai 1.5 jam atau lebih tergantung
tingkat kemacetan. Kalau jalan kaki tentu lebih lama lagi, bisa satu
hari, sudah termasuk istirahat makan minum. Mudahan-mudahan rencana
pembangun jalan tol dari dan ke Bitung akan segera terealisasi.
Sebelum
memasuki kota Bitung, kita melewati banyak desa dan perkebunan kelapa.
Di beberapa desa tersebut ternyata halaman-halaman rumah para
penduduknya banyak ditumbuhi pohon rambutan dan langsat, serta juga
pohon mangga. Mungkin daerah lain buah-buahnya adalah papaya, mangga,
pisang, jamu…..Ciri khas desa-desa menuju Bitung tersebut adalah mangga,
rambutan, langsat – typical tropical fruits. Kalau lagi musim buah maka
paling asyik lewat situ, warna hijaunya mangga, merah rambutan, dan
kuning langsat bakalan rame menghiasi halaman rumah penduduk, membuat
mata seolah tak berkedip menatapnya, ingin segera mengunyahnya. Pada
saat itu jadi kayak musim kampanye saja, jalanan dikuasai tiga warna
monopoli partai, merah, kuning dan hijau. Itu dulu, kalau sekarang
warnanya sudah bertambah banyak kan seiring bertambahnya jumlah partai.
Bagaimana kira-kira ya kalau musim buah berbarengan dengan musim
kampanye? Bisa jadi buah dan bendera tak bisa dibedain lagi, karena
banyak bendera sering nancap di pohon kan? Hehehe….