Friday, February 13, 2015

Orang-orang Terkaya di Indonesia; dan Catatan Kemiskinan Negeri


Jreeng! Baru-baru ini, sebuah organisasi bernama Hurun Research Institute telah merilis daftar orang terkaya di dunia tahun 2015. Nah, ternyata si Pendiri Microsoft - Bill Gates masih tetap menjadi the richest one (Hurun Global Rich List 2015). 

Menariknya, bahwa di dalam daftar yang memuat 2.089 miliader dari 68 negara tersebut ternyata ada juga 24 miliarder asal Indonesia. Pemilik perusahaan rokok Djarum, Michael Hartono, menurut laporan tersebut, tetaplah sebagai orang paling kaya di Indonesia yaitu dengan menempati ranking ke-185 di dunia. Sayangnya saya (penulis) hanya memiliki nama yang sama dengannya, namun kekayaan kita tidaklah sama, bagaikan langit dan bumi hehehe. Saudaranya Michael, yaitu Budi Hartono berada di posisi kedua sebagai orang terkaya di Indonesia (posisi ke-194 di dunia). 

Ada wajah-wajah baru dalam daftar orang terkaya dunia dari Indonesia. Sebut saja miliarder dari keluarga Lim Hariyanto Wijaya Sarwono (Bumitama Agri Ltd). Ada juga Fangiono yang berada di posisi ke-1.004 ( atau urutan ke-9 di Indonesia). Keluarga Ciputra juga akhirnya masuk ranking dengan menempati di peringkat ke-1.498 (atau ke-13 di Indonesia).
Sebagai bahan bacaan perbandingan ada di sini: Kaya dan Miskin

Berikut 24 miliarder Indonesia yang masuk dalam Hurun Global Rich List 2015:
1. (185) Michael Hartono - 6,5 miliar dollar AS (BCA, Djarum)
2. (194) R Budi Hartono - 6,2 miliar dollar AS (BCA, Djarum)
3. (295) Keluarga Susilo Wonowidjojo - 3,7 miliar dollar AS  (Gudang Garam)
4. (358) Keluarga Eka Tjipta Widjaja - 3,1 miliar dollar AS (Sinar Mas)
5. (447) Chairul Tanjung - 2,7 miliar dollar AS (CT Corps)
6. (595) Murdaya Poo - 2,4 miliar dollar AS (Central Cipta Murdaya)
7. (723) Keluarga Lim Hariyanto Wijaya Sarwono - 2,2 miliar dollar AS (Bumitama Agri Ltd)
8. (842) Anthoni Salim - 2 miliar dollar AS (First Pacific)
9. (1.004) Ciliandra Fangiono - 1,8 miliar dollar AS (First Resources Ltd)
10. (1.264) Kiki Barki - 1,5 miliar dollar AS (Harum Energy)
11. (1.391) Hary Tanoesoedibjo - 1,4 miliar dollar AS (MNC)
12. (1.391) Peter Sondakh - 1,4 miliar dollar AS (Golden Energy Mines)
13. (1.498) Keluarga Ciputra - 1,3 miliar dollar AS (Ciputra Group)
14. (1.498) Keluarga Eddy Katuari - 1,3 miliar dollar AS  (Wings Group)
15. (1.602) Keluarga Achmad Hamami - 1,2 miliar dollar AS (Abm Investama)
16. (1.602) Low Tuck Kwong - 1,2 miliar dollar AS (Bayan Resources)
17. (1.759) Keluarga Kartini Muljadi - 1,1 miliar dollar AS (Tempo Scan Group)
18. (1.759) Keluarga Putera Sampoerna - 1,1 miliar dollar AS (Sampoerna)
19. (1.911) Dato Sri Tahir - 1 miliar dollar AS (Bank Mayapada)
20. (1.911) Djoko Susanto - 1 miliar dollar AS (Alfamart)
21. (1.911) Edwin Soeryadjaya - 1 miliar dollar AS (Adaro Energy)
22. (1.911) Harjo Sutanto - 1 miliar dollar AS (Wings Group)
23. (1.911) Kusnan & Rusdi Kirana - 1 miliar dollar AS (Lion Air)
24. (1.911) Sjamsul Nursalim - 1 miliar dollar AS (Gajah Tunggal) (Sumber data: Kompas.com) 

KPK dan POLRI; Sebuah Catatan

e

Banjir KPK dan POLRI

Tiga hari berturut-turut kantor saya tutup. Mulai hari Senin, saya sudah punya perasaan yang tidak enak. Iya, tidak enak oleh karena dari atas sana hujan tiada henti-hentinya dan semakin deras menyapa bumi. Saya khawatir ini bakalan banjir. Tak perlu disangsikan lagi, betapa dahsyatnya pukulan itu akhirnya datang di seputaran Danau Sunter. Kebetulan letak kantor saya ada di jajaran jalan Danau Sunter Selatan, tepat bersisian dengan Danau Sunter. Dan, Danau Sunter pun meluap. Banjir. Maka di sepanjang jalan Bulevard di depan MOI dan MKG (dua mall besar di JakartaTimur) itu pun ikut-ikutan tergenang air lumayan tinggi. Banjir.

Di saat yang sama, banjir berita KPK vs POLRI terus-terusan membebani layar TV saya yang tak begitu besar. Entah kenapa, saya lama kelamaan menjadi (maaf kata) muak dengan pemberitaan-pemberitaan tersebut. Rasa muak itu apakah kepada ke dua institusi tersebut? Atau kepada stasiun-stasiun TV yang memblowup berita tersebut secara lebay? Entahlah.

Apalagi, berita yang semakin memanas itu dibumbui dengan spekulasi kiri-kanan. Memang sih, bisa jadi ada begitu banyak politikus spekulan di negeri ini. Politikus yang gemar berspekulasi, mengira-ngira, dan pengagum teori konspirasi. Meskipun, bisa jadi spekulasi maupun perkiraan-perkiraan yang muncul suatu ketika akan ada benarnya juga. Namun alangkah lebih eloknya bisa semua pihak bisa menahan diri. Tidak membakar emosi di tengah suasana yang penuh api membara. Di luar memang basah oleh air hujan dan banjir, namun di dalam gedung pengadilan itu penuh ‘api kebencian’. Keangkuhan dan kearoganan masing-masing lembaga yang bertikai.

Menurut kabar, KPK pun sempat mendapat teror surat kaleng……

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto bahkan (katanya) menduga ada pihak ketiga di balik aksi teror yang dialami para penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan keluarganya itu. Pihak ketiga tersebut memanfaatkan polemik yang terjadi antara KPK dan Polri tentu saja dengan berbagai maksud tujuan tertentu. Siapa pihak ketiga itu? Entahlah. Bisa jadi para koruptor kelas kakap di balik layar?
Tempo hari saya pernah mendapat kiriman mawar putih (white rose) sebagai hadiah dari kerabat dekat saya. Mawar yang langka itu bernama keren  Rosa Spinossima. Menurut beberapa catatan, originalitas bunga ini adalah dari Skotlandia. Nah, ketika menerima bunga tersebut kala itu, saya tiba-tiba justru jadi teringat tulisan kawan saya Sonny Mumbunan yang pernah menulis cuplikan tentang sekelompok mahasiswa di Jerman. Yaitu sebuah cerita di awal tahun 1940-an. Singkat cerita, orang-orang muda itu dengan begitu pedulinya berjuang demi keadilan dan kebenaran. Didorong rasa kemanusiaan yang amat kuat mereka melawan fasisme Hitler dan Partai Nazi. Berjuang di bawah tanah, kelompok itu menamakan dirinya “Weisse Rose” alias mawar putih. 

Sonny menulis, “….Ada gadis luar biasa di situ. Seorang mahasiswi kedokteran yang manis. Sophie Scholl namanya. Semua anggota kelompok ini akhirnya ditangkap. Sebagian besar dipancung kepalanya….”

“Kita akan berjumpa dalam keabadian”  kata Sophie pada ibunya, sebelum kepalanya menggelinding di meja pancung.